"So this is goodbye
even if i don't want it to be."Samuel A. Phillips
***
Sejujurnya Samuel tidak pernah menyangka kedua kaki membawanya ke tempat ini. Kedua kaki yang sepertinya bersekongkol dengan hatinya yang dilanda rindu. Rindu yang masih bersarang di tubuhnya, sekalipun lebih dari dua puluh tahun telah berselang.
Tanpa sadar, kedua kakinya bersimpuh di sana. Tepat di samping peristirahatan terakhir ibunya. Ibunya yang sudah kembali ke asalnya. Ke tempat di mana sang ibu sudah menemui Tuhan-nya yang selalu wanita itu rindukan.
"Mom, maafkan aku." Kepala Samuel tertunduk. Seisi dunia boleh saja menyebutnya sebagai anak durhaka karena ia tak pernah sekali pun menyempatkan diri untuk menyambangi makam ibunya, selain saat upacara pemakaman tentu saja.
Sampai usianya yang sudah menginjak 27 tahun, Samuel sama sekali tak pernah ada niatan untuk sekedar berkunjung ke sini.
Terlalu banyak kenangan indah yang pernah terukir di tempat ini, bertahun yang lalu, ketika Samuel hanyalah seorang anak kecil yang dunianya hanya terisi oleh kebahagiaan bersama orang tua yang selalu memenuhi keinginannya.
Keengganannya untuk menginjakkan kakinya di Jakarta, khususnya di rumah ini bukannya tanpa alasan.
Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya ketika Samuel berusia 17 tahun, ia diminta untuk datang dan mempelajari seluk beluk perusahaan keluarganya di negara ini karena Samuel merupakan satu-satunya putra Jonathan yang diharapkan mampu melanjutkan perusahaan yang sudah dirintis susah payah oleh Ayahnya.
Samuel menyanggupi permintaan sang Ayah. Suatu hari, ia datang dengan tekad kuat demi membuat ibunya bangga melihatnya dari atas sana.
Tapi apa yang dia dapat? Mimpi buruk. Seminggu keberadaannya di Jakarta tak sehari pun luput dari tikaman kenangan-kenangan pahit yang selalu menghantui pikirannya.
Sangat terbayang jelas di matanya, saat-saat mengerikan yang mengantarkan ibunya pada kematian. Ya, Samuel berada di sana. Dalam pelukan ibunya saat hantaman dahsyat itu mengguncang mereka.
Saat kecelakaan itu terjadi, Samuel masih terlalu kecil untuk mengerti jika nyawa mereka sedang berada dalam bahaya. Namun, seiring bertambahnya usia, ia mulai mengerti jika bayangan-bayangan itu bukanlah angan semata.
Keberadaannya untuk yang kedua kali di Jakarta rupa-rupanya memperparah segalanya. Kenangan-kenangan pahit itu terus-menerus memborbardirnya tanpa henti, membuatnya nyaris frustasi.
Setelah berusaha setengah mati menjelaskan alasan keengganannya meneruskan permintaan Ayahnya di negara ini, akhirnya Samuel kembali ke Inggris dengan tekad baru.
Tekad untuk tidak menginjakkan kakinya lagi di Indonesia. Dengan pertimbangan yang sangat berat, karena ia harus merelakan seumur hidupnya untuk tidak melihat makam ibunya yang berada di halaman belakang kediaman Ayahnya di Jakarta.
Karena kepulangan Samuel ke Inggris, akhirnya sang Ayah mengalihkan kepercayaannya atas perusahaan di Indonesia kepada Erland. Hanya untuk sementara, hingga kapan pun Samuel siap untuk terjun langsung ke dalam perusahaan. Walaupun, Samuel tidak bisa menjanjikan kapan tepatnya kesiapannya yang terdengar mustahil itu akan datang.
"Maafkan aku, Mom." Samuel mengulang penyesalannya. Ia memanjangkan tangan untuk mengelus huruf demi huruf ukiran nama Ibunya pada batu nisan.
"Maafkan aku karena tak pernah mengunjungi Mom di sini. Aku yakin Mom pasti tahu jika tak mudah untukku berada di kota ini," bisik Samuel dengan suara tercekat. Membayangkan kembali peristiwa mengerikan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomanceSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...