Tanpa perlu berkaca, Samuel yakin wajahnya saat ini sudah sangat merah karena panas dari amarah yang menyelubungi sekujur tubuhnya. Bahkan ia yakin sebentar lagi gunung api di dadanya akan meledak karena kebisuan seseorang yang sedang ia interogasi.
Di tengah permasalahan salah satu bisnis sang ayah di negara asalnya yang menuntut Samuel untuk mengawasi sepenuhnya, dia rela meninggalkan kekacauan di sana demi menuntaskan kepingan rahasia yang masih menuntut untuk segera diselesaikan.
Dengan tertangkapnya tangan kanan dalang dari semua kekacauan yang terjadi dalam keluarganya, setidaknya memberikan secercah harapan untuk bisa mengungkap siapakah pelaku utama dibalik semua tragedi yang menimpa keluarganya beberapa waktu terakhir.
Sang ayah—yang paling mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi—sudah tiada, itu berarti tampuk tanggung jawab sepenuhnya berpindah pada bahu Samuel yang belum lama ini mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
"Matt!" Jeritan wanita membuat David yang berdiri dekat pintu terkesiap. Begitu juga Samuel yang menyipitkan mata dengan curiga.
"Matthew! Matthew Phillips! Padanya aku bekerja selama ini."
Samuel mengerutkan kening tak mengerti. "Jangan konyol! Tak ada satu Phillips-pun di muka bumi ini yang bernama Matthew. Jangan berbohong dan memperkeruh situasi dengan menyeret nama keluargaku. Apa ancamanku sebelumnya tidak cukup menakutkan untukmu?"
"Aku tak berbohong!" seru si wanita terdengar putus asa.
"Kau ini sudah tertangkap jadi berhentilah melindungi siapapun dia! Tahukah kau apa yang sudah dia lakukan? Dia sudah membuatku kehilangan segalanya! Dia sudah menghabisi ayah dan ibuku dengan perbuatan kejinya!!"
"Apa yang sudah dia lakukan pada keluargamu tak pernah disebutkan dalam kesepakatan kami. Jadi, itu bukan urusanku. Dan sudah kubilang aku mengatakan yang sebenarnya. Mungkin dia tak sengaja menyebutkan namanya, entahlah. Matthew Phillips. Tapi seperti itulah dia memperkenalkan namanya." Si wanita membela diri. Dia sudah sangat jujur. Tak ada gunanya menutup-nutupi apa yang selama ini ia janjikan untuk tetap ditutup rapat jika kondisinya seperti ini.
Toh, serapat apapun seseorang menyembunyikan sesuatu, cepat atau lambat akan terbongkar juga.
"For God's sake! Apa yang dia perintahkan untuk kau lakukan sudah membuat semua ini menjadi urusanmu!!"
"David?" Samuel yang masih tak percaya—ada seorang Phillips yang bernama Matthew—menoleh pada David yang terlihat berpikir keras. Terlihat dari keningnya yang mengerut dalam.
***
"Kukira kau tak akan kembali secepat ini." Ilmira membuka pintu setelah ia mengintip pada lubang kecil di bagian atas pintu dan lega menemukan Erland-lah yang membunyikan bel.
Sampai sekarang, dia tak bisa melupakan fakta bahwa ia hanya orang asing di negara ini. Jadi, dia terlalu takut untuk berhadapan dengan orang lain selain Erland. Satu-satunya yang ia kenal—selain para Phillips—di kota ini.
"Aku berubah pikiran. Kau sudah makan?" Langkah terburu-buru Erland menarik perhatian Ilmira.
"Tidak, aku menunggumu." Sejujurnya Ilmira lapar sekali. Setelah berhari-hari kehilangan nafsu makan, sekarang perutnya bergemuruh hebat menuntut pengisian.
Namun ia merasa tidak enak. Dia sudah sangat merepotkan Erland dengan kehadirannya di rumah ini. Terlebih, dia malu mengingat dia sudah menjadi patung belakangan ini dengan mengabaikan semua perhatian Erland padanya.
Tapi pria itu masih saja begitu lembut dan baik hati. Juga begitu sabar menghadapi keacuhan Ilmira yang lebih banyak menutup mulut dibanding mengeluarkan sepatah kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomanceSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...