[46] First Suspect

1K 68 7
                                    

Pekikkan terkejut yang terlepas dari bibir seorang wanita hampir tidak terdengar sama sekali di tengah sibuknya hiruk pikuk sekeliling.

Selalu saja, batinnya dengan tergesa berjongkok memunguti isi kantung belanjaannya yang jatuh berceceran di dekat kakinya. Tak jarang kecerobohannya berujung seperti saat ini. Tak jarang pula ia ditegur oleh mereka yang merasa dirugikan oleh kecerobohannya.

Beruntung kali ini tak terdengar makian bahkan hampir tak ada respon setelah ia menabrak tubuh seseorang di lorong yang bercabang dua itu. Dia memasukkan sebutir jeruk terakhir ke dalam kantung belanjaan lalu menatap sepasang sepatu hitam mengilap di depannya dan berasumsi jika si pemilik sepatu sedang mengambil ancang-ancang untuk menyemburkan amarah padanya.

"Maaf, tuan. Aku tidak sengaja." Seraya berdiri wanita itu mengangguk meminta maaf tanpa memandang pria di depannya.

Dia tak bisa berbasa-basi. Tepatnya, dia tak sempat berbasa-basi. Tak ada waktu untuk itu. Seseorang tengah menantinya dan setelah itu ia harus kembali ke kantor lagi demi menyelesaikan tumpukkan deadline yang tengah menantinya.

Wanita tersebut menyapu helaian rambut panjang yang menutupi wajahnya dan menyelipkannya ke balik telinga lalu dengan menyesal ia berujar, "Sekali lagi, mohon maaf, Tuan."

Tatapan sang wanita masih tertuju pada lantai ketika tanpa aba-aba ia bergegas melanjutkan langkah.

"Ternyata itu kau." Kedua alis wanita itu mengerut tanda bingung dan tak mengerti kala mendengar serangkaian kata yang ia yakini tengah ditujukan padanya. Kedua kakinya terpaku pada lantai yang sedang ia pijak tatkala tubuhnya berbalik dan terkesiap menatap pria yang ditabrak olehnya tadi.

***

"Maaf?" balas wanita muda di hadapan David, terlihat mencoba untuk tak mengenal dan tak mengerti. Padahal, siapa pun tahu keterkejutan di wajahnya tadi satu pertanda jika wanita muda ini mengenalnya. Atau paling tidak, pernah melihat wajah David layaknya David sendiri yang sangat familiar dengan wajah wanita ini.

"Ternyata itu kau," ulang David. Pantas saja! Ya, pantas saja wanita yang ia lihat melalui rekaman kamera pengawas terasa tak asing untuknya.

Dan lagi, ia merasa déjà vu setelah peristiwa tadi. Satu bulan yang lalu, ketika Ilmira masih terbaring lemah di salah satu kamar di rumah sakit ini, David pernah sekali bertabrakan di lorong dengan seorang wanita.
David curiga, mereka adalah orang yang sama. Akan tetapi, apa yang wanita ini lakukan di rumah sakit ini sekarang?

"Aku?" tanya wanita berambut sebahu itu terdengar bingung.

"Ya, kau. Kau—"

"Tuan!" potong sang wanita cepat. Dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini tak akan menjadi semudah membalikkan telapak tangan. Karena itu, dia kembali melanjutkan pernyataannya dengan berkata, "Maaf, aku sedang terburu-buru. Ada yang harus aku lakukan sekarang. Aku tak akan melarikan diri jika itu yang mungkin anda pikirkan sekarang."

Langkah terburu mengundang tanya itu membuat bias terpana di wajah David yang sudah terlanjur menelan kembali kata-kata yang tadinya sudah akan diucapkannya.

Ini tidak bisa dibiarkan, pikirnya cepat. Memulai langkah ketika dilihatnya punggung wanita tadi hampir hilang ditelan keramaian.

***

Apa yang sedang ia lakukan jelas salah. David sadar akan hal itu. Tapi ia tak bodoh untuk begitu saja mempercayai perkataan seorang tertuduh dalam pencariannya selama ini. Tak ada yang tahu apa yang bisa dilakukan oleh wanita muda berambut sebahu tadi.

Karena itu, di sinilah David, berdiri di balik sebuah pintu yang sedikit terbuka sehingga ia bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam.

Sialan! Dia sudah seperti penguntit kurang kerjaan saja!

My Perfect PoisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang