Dalam layar, tampak seorang wanita melangkah dengan begitu tenangnya di koridor yang terlihat lengang. Di ujung koridor, kedua langkahnya berhenti tepat di depan pintu suatu kamar yang memang terletak paling sudut.
Sejenak langkahnya masih tertahan di sana. Seolah dia tengah menimbang sesuatu. Hampir dua menit kemudian ia terlihat memegang handel pintu dan membuka daun pintu tersebut sebelum menutupnya kembali setelah masuk ke dalam ruangan.
David masih menatap seksama—melalui layar—pintu berwarna putih yang tertutup itu karena ruang perawatan tersebut tidak terjangkau oleh kamera pengawas. Kepalanya dipenuhi sesuatu. Sejak dia melihat wanita itu melalui rekaman kamera pengawas yang tengah diputar, tanpa pikir panjang, David menaruh curiga padahal gerak-gerik wanita tersebut sama sekali tidak mencurigakan.
Sudah tiga hari David berada di Jakarta. Menunggu keputusan rumah sakit tempat perawatan Ilmira beberapa waktu lalu. Setelah menunggu lebih dari satu bulan lamanya, akhirnya tujuannya kembali ke negara ini berbuah manis juga.
Sebenarnya, sejak berita percobaan bunuh diri Ilmira beserta foto dimana wanita itu terbaring dengan segala macam peralatan medis di tubuhnya yang tentunya menguatkan pemberitaan yang beredar luas di luaran sana, David sudah berupaya meminta izin pada pihak rumah sakit untuk sekedar mengintip rekaman cctv di sekitaran ruang perawatan Ilmira.
Namun rupanya hal tersebut tidaklah mudah apalagi ia notabennya seorang warga asing. Jadi sangat wajar jika pihak rumah sakit membutuhkan waktu cukup lama dalam menimbang untuk memberikan izin padanya.
Dia sangat yakin, siapapun itu-yang dengan seenak jidatnya memotret Ilmira yang terbaring tanpa daya-pastilah terekam oleh kamera pengawas. Kecuali jika seseorang itu makhluk astral yang wujudnya tak akan terlihat atau tertangkap kamera.
Huh! Dipikir-pikir, manusia keji dan licik sepertinya lebih menakutkan dari hantu manapun, bukan?
Satu menit... Dua menit... Tiga menit...
Pintu berwarna putih dalam layar tersebut akhirnya terbuka. Dengan waspada David mengamati wanita yang wajahnya kini mulai tertangkap kamera ketika sebagian rambut wanita itu diselipkan ke belakang telinganya.
David menekan sebuah tombol untuk menghentikan rekaman lalu menyipitkan kedua matanya. Dia mungkin mengenali wanita dalam layar karena wajah itu sepertinya tidak asing walau David sendiri ragu dimana ia pernah bertemu wanita dalam layar tersebut.
"Anda bisa mencetaknya jika anda mau," potong seorang petugas rumah sakit melihat pria asing di sampingnya memandang serius pada layar.
"Terima kasih." David menganggukkan kepala seraya mengulurkan tangan dan menerima selembar kertas yang diulurkan oleh sang petugas.
"Saat itu, Nyonya Adam memastikan hanya keluarga, kerabat dan rekan pasien saja yang diperbolehkan memasuki ruang perawatan. Mungkin informasi tersebut sedikit membantu untuk mengenalinya," ucap sang petugas. Sebelah tangannya menunjuk wajah wanita yang tercetak di kertas dalam genggaman David.
David mengangguk kemudian dengan sungguh-sungguh berkata, "Terima kasih atas kerjasamanya. Mohon maaf bila permintaan kami menyalahi kebijakan rumah sakit ini. Sekali lagi, terima kasih banyak."
***
"Ya Tuhan," bisik Nisrina tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Sebelah tangannya terangkat menutup bibirnya tak percaya.
"Tidak mungkin. Pasti ada orang lain," elaknya sambil menggelengkan kepala. Matanya menatap takut pada selembar kertas yang kini tergeletak begitu saja di atas meja. Memang sedikit buram namun Nisrina bersumpah ia mengenali wajah gadis yang David curigai sebagai pelaku pengambilan foto kondisi Ilmira di rumah sakit beberapa waktu lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomanceSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...