"Ya, David?! Bagaimana?!" Seru Samuel setelah ia melompat bangkit dari tempat tidur ketika ponselnya berdering. Ah, dia bahkan tidak repot-repot melihat nama sang penelpon yang tertera di layar karena—geez, Samuel bersumpah ia benar-benar akan berjamur jika semenit lagi David tak menghubunginya.
Sudah hampir lima hari David berada di Jakarta dan baru satu jam lalu Samuel mengetahuinya! Samuel heran sendiri mengapa ia tidak menyadari hal itu. Yah, mungkin karena kesibukannya di perusahaan membuat fokusnya teralihkan hanya pada masalah yang sedang dihadapi di sana. Hingga membuatnya tak mempedulikan lagi keadaan sekitar.
Jika saja Lily tak memberitahu padanya bahwa David sulit menghubungi Samuel dua hari belakangan, mungkin Samuel tak pernah tahu jika ponselnya sudah mati kehabisan daya entah sejak kapan.
Maka sepulangnya Samuel dari perusahaan, buru-buru ia naik ke kamar dan mencari ponselnya yang akhirnya ia temukan di bawah tumpukan surat kabar.
Betul saja bukan, ketika ia mengaktifkan kembali ponselnya, berderet pesan dan panggilan—yang jumlahnya tak cukup dihitung jari—langsung memenuhi layar.
"Aku akan segera terbang ke Jakarta malam ini. Kau bisa menjamin wanita itu tidak akan melarikan diri, David?" Dengan tak sabar Samuel menjawab setelah David baru saja menjelaskan perihal ia telah menemukan pelaku penyebar foto Ilmira dan kini, wanita sang pelaku tersebut berada di bawah pengawasan David di Jakarta.
Sudah jelas jika sang pelaku telah tertangkap akan tetapi kegelisahan masih meliputi pikiran Samuel hingga tak terhitung sudah berapa kali ia mondar-mandir di sekeliling kamar.
"Kau tenang saja, Sam. Aku akan memborgolnya jika kau masih ragu jika wanita ini akan melarikan diri. Lagipula, sekarang aku mendapat bantuan dari anak buah ayahmu yang jumlahnya sangat banyak. Kau tahu, sepertinya aku bisa membentuk kesebelasan bersama mereka." David mengakhiri kalimatnya dengan tawa ringan.
Namun sepertinya usaha David untuk meringankan suasana tidak berhasil membentuk lengkungan senyum di bibir Samuel. Yang ada hanya helaan napas berat dari Samuel yang menjawab dengan tak sabar. "Sekali lagi, pastikan ia berada dalam jangkauanmu dan jangan mengalihkan pandangan darinya sampai aku tiba di sana!"
"Sammy..." panggil Lily lembut. Melihat bagaimana Samuel melempar ponselnya dengan asal ke tempat tidur setelah menutup percakapan dengan David tanpa basa-basi membuat Lily yakin jika keponakannya itu sedang dalam kekalutan luar biasa.
"Tunggulah sampai besok pagi. Kau terlihat lelah setelah seharian mengurus perusahaan. Bahkan belum satu jam kau naik ke kamarmu ini. Sebaiknya kau mendapat cukup istirahat sebelum berangkat ke sana. Bibi tak ingin kau jatuh sakit."
"Aku tak akan bisa beristirahat dengan tenang sebelum bertemu wanita yang sudah David tangkap itu!" Samuel menahan geram mengingat wanita sialan itu.
Siapapun dia, Samuel tak akan pernah menunda-nunda untuk bisa bertemu dengan salah satu biang keladi dalam kehancuran keluarganya.
Dan, demi bumi dan seluruh isinya, Samuel berharap akal sehatnya masih bekerja dengan semestinya ketika nanti dihadapkan dengan para penjahat itu karena yang ada dipikirannya saat ini adalah melepaskan amarah kepada mereka karena sudah membuatnya kehilangan orang-orang yang ia cintai.
"Bibi tidurlah... Aku akan bersiap-siap." Setelah mengecup sebelah pipi sang bibi, Samuel buru-buru melangkah masuk ke kamar mandi. Tak ingin berujung dengan mendebat sang bibi karena ia yakin emosi yang menggulungnya saat ini lebih dari mampu untuk melakukan hal itu.
Sementara Lily sendiri yang sudah sangat hafal sifat dan tabiat Samuel hanya mendesah pelan dan beranjak pergi keluar ruangan setelah mengangkat nampan berisi makan malam yang tak tersentuh sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Poison
RomanceSamuel Alan Phillips terpaksa menginjakkan kaki di tempat yang tak pernah ingin dia datangi lagi demi memberi peringatan kepada dalang di balik semua kekacauan yang mencemarkan nama baik keluarganya. Kekacauan yang juga mengancam akan mendepaknya da...