[29] Perdebatan

1.5K 119 35
                                    

Part ini agak panjang dikiiit, moga masih mau baca XD happy reading!
================================

"Why should i love myself?
No one else does."

-Ilmira N. Maheswari-

***

Samuel tidak berencana meremukkan tubuh Ilmira walaupun dia bisa dengan mudah melakukan itu akibat tekanan dari rengkuhan erat yang dibebankannya pada tubuh mungil sang racun yang terkulai lemah dalam pelukannya.

Dia sadar betul, apa yang ia lakukan adalah bentuk dari buncahan perasaan yang menggelegak memenuhi rongga dadanya.

Dia bahkan hampir tidak bisa menutupi keterkejutannya ketika sadar jika bernapas terasa lebih mudah saat ini, saat menyaksikan racun-nya akhirnya terbangun dari tidur panjangnya.

"Kau sudah sadar? Kau sudah sadar? Oh, syukurlah. Jangan lagi bertindak gila dan membuat kami semua khawatir, okay?" Samuel mendesah lega saat kedua tangannya menenggelamkan lebih erat tubuh Ilmira ke dalam belenggu pelukannya.

Ilmira sepenuhnya tak bernapas, merasakan debar jantung Samuel menembus dadanya untuk kemudian melebur bersama debar jantungnya yang juga berpacu tanpa kendali.

Desahan lega yang berembus dari hidung dan bibir pria yang memeluknya mengirimkan getaran samar pada tubuh Ilmira yang entah sejak kapan terakhir kali merasakan perasaan seperti ini. Dirindukan.

Rasa penasaran dan kepanikan karena keberadaannya di ruangan yang begitu asing ini diluluh-lantahkan oleh rintihan wanita itu saat tubuhnya dan tubuh kokoh Samuel sudah melekat erat menjadi satu kesatuan seolah salah satu atau bahkan keduanya tidak berniat untuk mengurai pelukan intens di antara mereka.

"Kau tak tahu betapa aku—" merindukanmu. Alih-alih melanjutkan ucapannya, Samuel lebih memilih menyembunyikan kata hatinya. Tak ingin menginterupsi kenyamanan yang tercipta dan malah menikmati sedikit sisa waktu yang masih tersedia untuk mereka bisa saling menyentuh satu sama lain sebelum kenyataan kembali mengambil alih.

Sekali pun Samuel tidak melanjutkan ucapannya, Ilmira cukup sadar untuk merasakan kesungguhan pria yang sedang mendekapnya. Perlahan tapi pasti, kedua tangan Ilmira yang sebelumnya hanya terkulai, kini terangkat membalas pelukan Samuel lalu membelai punggung berotot pria itu.

Tak menyangka atas reaksi yang diberikan Ilmira, si mata biru mengerang pelan, menekan punggung dan pinggang sang racun semakin merapat pada tubuhnya.

Dorongan intens tubuh Samuel membuat tubuh Ilmira yang jauh lebih kecil tak bisa menopang lebih lama berat tubuh mereka hingga membuat punggung Ilmira terhuyung jatuh membentur kasur dengan tubuh Samuel yang kini berada di atas tubuhnya.

Seraya menikmati kehangatan yang disalurkan tubuh maskulin yang sedang menindihnya, mata Ilmira menatap nyalang langit-langit kamar, lalu berbisik susah payah, "Mengapa aku berada di sini?" tanyanya, merintih merasakan tenggorokannya kering dan sakit.

Tak ada jawaban. Samuel hanya memindahkan posisi kepalanya dan menenggelamkan wajahnya pada rambut Ilmira, menghirup udara melalui surai yang tersebar di atas bantal itu.

"Aku haus." Ilmira merasa kering, ia butuh air untuk mengaliri kerongkongannya yang nyeri walau sekedar mengeluarkan sepatah kata.

Suara serak Ilmira membuat Samuel mengangkat kepala. Hanya kepalanya. Sedang lengan dan tubuhnya masih mengurung Ilmira di atas kasur.

Ilmira kembali menatap langit-langit kamar karena gugup ketika pandangan Samuel jatuh pada bibirnya. "Ya, tentu saja kau haus. Dan kering," jawab si pemilik suara maskulin, mengelus bibir bawah Ilmira yang kering dan pecah-pecah dengan ibu jari hangat pria itu.

My Perfect PoisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang