[6] Amarah

2.3K 180 95
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komennya yaa hhi :*
happy reading ^^

***

Semilir angin kencang yang menghantam tubuh perempuan dengan langkah tergesa di trotoar itu tidak cukup mampu membawa serta amarah yang menggelegak di dalam dadanya pergi.

Pada akhirnya dia sendiri yang memutuskan untuk keluar dari ruangannya ketika Phillips muda yang menabuh genderang perang itu hanya terdiam menatapnya ketika perempuan itu mengusirnya pergi.

Mira tidak bisa lebih lama lagi berdiri di depan si Phillips muda karena ia tidak bisa menjamin jika sewaktu-waktu dirinya berubah menjadi kaum barbar agresif dan merobek mulut tajam laki-laki itu.

Masa bodoh walau jam kerja belum berakhir. Dia tidak mau membuat kekacauan di kantor dan membuat citranya yang sudah jatuh akhirnya terhempas ke titik terendah di hadapan seluruh rekan kerjanya.

Bisa-bisa aku menjadi objek gunjingan seumur hidup! pekiknya ngeri.

Perempuan itu sesekali menengok ke belakang untuk memastikan bahwa Phillips itu tidak menguntitnya untuk mencaci maki dia lebih jauh lagi.

Ketika sekali lagi menengok ke belakang, langkahnya terhenti. Tidak, tepatnya terpaksa berhenti karena ia merasa telah menabrak sesuatu.

Dengan cepat kepalanya kembali menghadap ke depan dan mendapati bahwa ia telah menabrak seseorang.

Mira yang terkejut akhirnya melompat mundur ke belakang ketika seseorang yang ia tabrak membuka suara, "Kau tahu kau bisa saja mencium tiang listrik itu ketika wajahmu kembali menghadap ke depan."

Mira mengintip ke belakang pria itu. "Sejak kapan ada tiang listrik di sana?!" Perempuan itu bergidik ngeri membayangkan wajah mulus-seperti-bayinya membiru karena menabrak tiang listrik yang dijamin lebih keras dari tembok beton kamarnya tersebut.

Menabrak tiang listrik. Tidak anggun sama sekali, please.

Kekehan dari seseorang di depannya membuat Mira mengangkat kepala dan mendapati seorang pria bermata biru sedang tertawa menatapnya.

Mata biru! Oh, mengapa takdir memenuhi harinya dengan mata biru. Cukup satu mata biru hari ini. Mata si Phillips sialan yang luar biasa indah itu! Bahkan mata biru yang ada di depannya sekarang tidak 1/4 pun menandingi indahnya mata biru Phillips muda yang ia tinggalkan di ruangannya tadi.

Hell! Kepala perempuan itu rupanya sudah benar-benar terkontaminasi sosok Phillips muda dengan mata biru yang menghiasi wajah tampannya.

"Kau baik-baik saja?" Pertanyaan dari pria yang ia tabrak menyadarkan Mira dari lamunannya.

"Ya-ya, aku baik-baik saja. Terima kasih karena sudah menolongku dengan mengorbankan tubuhmu sendiri tertabrak olehku," Mira menatap penuh penyesalan pada laki-laki berambut pirang itu dan meringis menyadari kecerobohannya sendiri.

"Tak masalah. Aku bahkan tidak keberatan membantu jika lain kali kau membutuhkan seseorang yang bisa menunjukan arah yang aman untuk kau lewati tanpa adanya tiang listrik yang menghalangi jalanmu, Ilmira?"

Mira mengernyit mendengar laki-laki itu menyebut namanya, padahal ia tidak pernah menyebutkannya. Dan tunggu, apakah laki-laki itu menggodanya dengan kalimat tadi?

Laki-laki itu menunjuk tulisan 'ILMIRA' yang tertera pada buku catatan yang Mira peluk di dadanya, membuat perempuan itu menunduk menatap bukunya lalu mengangguk-angguk mengerti mengapa pria itu mengetahui namanya.

My Perfect PoisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang