Sixty Three

47 6 0
                                    

Setelah puas saling melepaskan emosinya masing-masing, Doyoung meminta Soo Hwa untuk membaringkan tubuhnya tepat di sampingnya. Dia benar-benar tidak ingin menyisakan jarak sedikit pun dengan Soo Hwa. Dia tidak melepaskan pelukannya dari Soo Hwa. Awalnya Soo Hwa menerimanya dengan senang, tapi lama-kelamaan dia menjadi gelisah, takut jika perawat masuk dan menegur mereka.

"Ada apa, huh? Jangan-jangan kau canggung karena aku memelukmu dengan posisi seperti ini?" protes Doyoung saat sadar jika Soo Hwa terlihat gelisah.

"Aniya~ Aku hanya mulai merasa tidak nyaman. Aku takut jika perawat masuk dan menegur kita." Jawabnya.

"Menegur apa? Ini kan ruangan VIP."

"Aish, walaupun VIP kan kenyamanan pasien ada dalam pantauan mereka. Dan ranjang ini hanya boleh ditiduri oleh pasien." Balas Soo Hwa.

"Kalau pasiennya lebih nyaman seperti ini bagaimana?" goda Doyoung.

"Aigoo~ Lihatlah siapa yang baru saja menggodaku, huh?" balas Soo Hwa sambil tertawa dan mencubit pelan hidung Doyoung.

Doyoung tertawa dan kembali menarik pinggang Soo Hwa agar lebih mendekat lagi dengannya. Soo Hwa tersenyum dan mulai mengusap pipi Doyoung, sambil menatap kedua matanya dalam-dalam.

"Wae?" tanya Doyoung yang seakan mengerti arti tatapan Soo Hwa untuknya.

"Aku sudah menjelaskan semuanya padamu. Sekarang... Bolehkah aku yang bertanya?" tutur Soo Hwa dengan lembut.

Doyoung membalas tatapan itu dengan serius, "Tentang alasanku dulu?" tembaknya.

Soo Hwa mengangguk, "Apa kau siap menjelaskannya padaku sekarang?" tanyanya.

Doyoung terdiam sejenak dan membiarkan mata mereka saling menyapa, lalu ditariknya napasnya dalam-dalam, "Mungkin alasanku ini terdengar mengada-ada. Dulu, aku merasa jika kita masih terlalu muda. Saat itu, aku baru saja sibuk dengan pekerjaanku dan juga dengan targetku, begitu juga denganmu yang ingin mencapai target agar naskahmu bisa sukses seperti yang kau inginkan. Aku takut jika di tengah kesibukanku saat itu, aku tidak bisa membagi waktuku untukmu." Jelas Doyoung dengan begitu yakin.

"Pekerjaanmu membutuhkan waktu yang banyak untuk berpikir. Di saat itulah aku mulai berpikir, jika kita memiliki anak pada saat itu... Aku takut jika kau kecewa karena harus istirahat dulu menulis. Bahkan mungkin kau harus memilih untuk berhenti bekerja, aku takut jika kau berhenti bekerja saat itu, kau akan depresi. Astaga, aku tau ini terdengar bodoh, tapi..."

"Lanjutkan saja. Jangan takut dengan cara berpikirku tentang ini, lanjutkan saja dari sudut pandangmu agar aku bisa mengerti dengan benar." Pinta Soo Hwa.

Doyoung menghela napasnya lalu mengangguk, "Aku kau akan memaksakan dirimu untuk tetap menulis, kau tetap meneruskan pekerjaanmu di saat hamil dan pada akhirnya membuatmu tertekan dan jatuh sakit. Dan mungkin yang terparah... Bisa saja aku kehilanganmu." Sambungnya yang mulai terlihat menderita.

"Aku benar-benar merasakan rasa takut yang berlebihan saat itu, Soo Hwa-ya. Tapi... Aku justru kehilanganmu karena aku yang tidak bisa berterus terang padamu, bahkan saat kau minta pisah... Aku tidak menahanmu sama sekali. Bukan karena aku ingin melepaskanmu begitu saja, tapi... Karena aku takut jika penjelasanku hanya menambahkan rasa bencimu padaku."

"Astaga, Doyoung-ah. Dari mana kau dapatkan dugaan seperti itu?" keluh Soo Hwa.

"Berdasarkan pengalaman teman-temanku. Mereka berpisah karena itu. Aku tau ini terdengar sangat konyol, tapi Soo Hwa... Kemungkinan terburuk itu benar-benar terus menghantuiku setelah kau memintanya. Gila jika aku tidak ingin memiliki anak. Aku juga sangat menginginkannya, tapi... Bukan pada saat itu. Aku benar-benar minta maaf." lirih Doyoung.

Back to You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang