Di sebuah apartemen mewah di kota Bandung, Devon sedang menikmati kopi paginya sambil menatap layar laptop. Walau pun dia sudah 1 minggu tidak masuk ke kantor Jakarta, tapi dia tetap mengontrol Arshavin Corps dari Bandung.
"Masih belum mau pulang juga?" tanya seorang perempuan cantik dengan wajah lebih dewasa dibandingkan saat SMA dulu. Perempuan itu duduk berhadapan dengan Devon sambil menaruh pancake madu kesukaan Devon.
"Jujur gua kangen Varsha, gua juga gak mau menghindar dari keluarga gua seperti ini, tapi lo tahu kan seberapa rapuhnya gua? Hanya lo yang gua percaya, hanya lo yang gak menjauh dari gua" ucap Devon lalu menghentikan kegiatan membalas email di laptopnya.
"Keluarga lo juga gak menjauh dari lo Dev, jangan lupakan itu. Justru lo yang semakin jauh dari mereka"
Devon menarik napas lalu mengeluarkannya perlahan "Gua cinta sama Nadine, tapi di satu sisi dia adalah kegagalan terbesar dalam hidup gua. Lo tahu kan gua bisa meraih apa pun yang gua inginkan dengan kerja keras, tapi untuk cinta sempurna dari Nadine? sampai detik ini gua belum bisa meraihnya. Gua merasa gagal, sekeras apa pun usaha gua untuk membahagiakan Nadine, sampai setelah kehadiran Varsha sekali pun, gua tau hati Nadine gak sepenuhnya milik gua. Apa kurangnya gua Hel, apa? Kenapa laki-laki brengsek itu yang selalu ada di hati Nadine? Setelah semua rasa sakit yang dia hadirkan di kehidupan Nadine, tapi tetap saja dia pemenang hati Nadine, istri gua"
Helen menitikkan air mata saat mendengarkan penuturan Devon. Ya, perempuan itu adalah Helen, salah satu anggota Hera. Tanpa sepengetahuan anak-anak Hera dan Zeus yang lain. Helen memang sejak dulu selalu jadi tempat Devon berbagi cerita. Jika di depan teman-teman yang lain, Devon dan Helen selalu bersikap biasa saja. Mereka tidak mau dijodoh-jodohkan oleh teman-teman yang lain. Karena mereka memang nyaman dengan hubungan persahabatan yang seperti itu.
"Gua tahu lo orang baik Dev, jangan patah semangat ya. Gua selalu ada buat lo. Nanti gua bicara sama Viga ya. Gua tahu lo pasti gak bermaksud merendahkan Viga seperti itu. Lo hanya terbawa emosi karena Viga membela Nadine" ucap Helen yang berusaha menenangkan Devon.
"Lo gak perlu bicara sama Viga, itu masalah gua, biar gua aja yang menyelesaikannya bersama Viga" ucap Devon.
"Gak apa-apa Dev, izinkan gua membantu masalah lo ya. Viga itu sahabat lo, gua yakin sekecewa-kecewanya Viga sama lo, dia pasti memaafkan lo. Oh iya, hari ini kamu pulang ke rumah ya. Kasihan Nadine dan si cantik Varsha. Mereka pasti mencemaskan lo Dev" ucap Helen.
"Thanks ya Hel, maafin gua. Selama 1 minggu ini ngerepotin lo. Mau gua beliin apa sebagai tanda terima kasih gua?" tanya Devon.
"Kaya sama siapa aja Dev, gak perlu beliin apa-apa. Lagian gua bisa beli sendiri" ucap Helen.
Devon terkekeh "Ya sudah, nanti gua invest dana buat toko perhiasan lo ya. Lebih keren kan?"
"Laga lo Dev, pantesan Viga marah sama lo. Sombong amat lo sekarang" ucap Helen.
"Hahahaha.. bercanda Hel" ucap Devon yang merasa lebih baik di sisi Helen.
*****
Devon memandang rumah megahnya yang sudah ia tinggalkan selama 1 minggu. Ia berjalan menuju pintu depan dan memencet bel. Selang beberapa lama, Nadine membukakan pintu. Devon langsung memeluk Nadine tanpa mengatakan apa pun. Nadine yang merasa bingung dengan pelukan Devon yang tiba-tiba hanya bisa membalas pelukan suaminya itu tanpa mengatakan apa pun.
Setelah puas melepas rindu melalui pelukan, Devon lalu melepaskan pelukannya. Ia memandang wajah istrinya, seseorang yang belum memberikan cinta utuh untuk dirinya. Devon selalu merasa gagal saat melihat mata jernih istrinya. Devon tahu masih ada laki-laki lain di hati istrinya, dan itu selalu membuatnya gagal dan terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALDERAMA
Teen FictionNadine Alexandria hampir saja jadi korban pelecehan saat perjalanan pulang dari tempat Les Bahasa Prancis, namun ia diselamatkan oleh laki-laki asing dengan pakaian serba hitam dan masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Laki-laki itu tanpa ra...