02 : Tahapan Menyukai

810 210 31
                                    








Dalam rumus kehidupan Winnie Teresia, dia mana pernah menuliskan bahwa kebohongan dapat mengantarkan pada kemauan yang sudah lama ia damba.

Benar, Winnie rela-rela merayu Papa, menyebutkan hal yang belum pasti benarnya di hadapan pria itu yang duduk diam di kursi sambil menyesap secangkir kopi hitam mengenai asal muasal sekolah yang sudah dia targetkan dari lama.

"Adek kenapa tiba-tiba mau masuk SMK? Bukannya dulu pernah bilang mau di sekolah yang sama kayak A Deon?"

Winnie mendengus kecil, tapi tak berani mendongak. "Itu dulu, Pa. Adek berubah pikiran."

"Iya, kenapa? Alasannya apa?" Papa menodongkan tanya yang menuntut, sampai-sampai Winnie bingung sendiri menjawabnya bagaimana.

"Masa kamu gampang banget dipengaruhi temen-temen buat ikutan masuk kesana juga? Mereka nggak akan bantu kamu kalau kamu gagal."

Winnie memainkan kuku, mulai gelisah. "Nggak ikut-ikutan kok... ini murni keinginan adek sendiri."

Papa terdengar menarik nafas panjang, suara esapan kopi juga ia dengar setelahnya. Lalu kemudian, Winnie mengangkat ragu kepalanya, meringis kecil saat tatapannya menubruk netra Papa.

"Gini deh," Winnie melihat Papa duduk tegak, menyimpan gelas pada meja. "Adek serius mau masuk SMK?"

Winnie mengangguk cepat.

"Adek nggak akan nyesel?"

Winnie mengangguk lagi.

Papa terdiam sejenak, kemudian bersuara kembali. Dengan hela nafas pasrah, "Yaudah, bisa janji sama Papa adek mau belajar yang sungguh-sungguh?"

Winnie refleks mengangkat kepala, wajahnya berseri-seri dengan tarikan sudut bibir kian melebar. Gadis belia itu menyahut antusias.

"Bisa, Pa! Winnie akan belajar sungguh-sungguh!"

Sampai bertemu di sekolah, Kak Gibran. Winnie pastikan kali ini dia bisa dekat dengan pemuda pemilik senyum lembut memabukkan itu.

"Hai, Aku boleh duduk disini?"

Winnie terperanjat kala bahu nya ditepuk pelan, kerjapan matanya terlihat lambat. Merasa pertanyaan itu merujuk padanya, dia mengangguk kecil segera menggeser pada kursi sebelahnya.

Tiga hari lalu, setelah selesainya Masa Pengenalan Sekolah yang menurutnya cukup membosankan, Winnie kini duduk di kelas yang terlihat X DKV 2 di pintu masuk. Sendirian, dan baru saja ia mendapatkan teman sebangku.

Sebenarnya, Winnie takut tak punya teman. Dari mulai ia menginjakkan kaki di kelas ini, semua orang masih canggung dan sendirian ditempat masing-masing. Belum bisa berbaur dengan baik.

Tapi setelah lima belas menit Winnie duduk diam dan hanya menghabiskan daya baterai ponsel, dia di sapa perempuan cantik berambut panjang sepunggung.

"Aku Nania, kamu bisa panggil aku Nia. Kamu?"

Benar, namanya Nania. Teman pertama Winnie di sekolah ini. Dia cantik, dan jujur Winnie jadi minder. Kulitnya putih dan halus, rambut hitam panjangnya dikepang satu. Nania punya kelopak mata yang indah, mirip seperti kucing menggemaskan.

Winnie menyambut uluran tangan Nania dengan senang hati, tarikan sudut bibirnya terlihat, lama-lama terbentuk senyuman lebar balas menatap wajah cerah gadis itu.

"Aku Winnie, salam kenal, Nania."



**



Tujuan awal Winnie masuk ke sekolah ini adalah untuk mendekati Gibran. Dan langkah pertama yang harus ia lakukan adalah mencari pemuda itu.

Feeling In Silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang