Ada sesuatu yang baru di hidupnya saat ini. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang kerap kali semakin mengasah mental. Keberanian mendekat, menyapa, sampai pulang bersama. Tentu bersama gadis mungil itu, Winnie Teresia.
Kerlipan matanya sering berbinar kagum, kentara sekali bahagia. Senyum lebarnya tak urung selalu ia pamerkan dengan senang. Tawa riangnya tak terlewatkan, terlihat sumringah. Penyebabnya masih sama, oleh Winnie Teresia.
Gibran mulai menapaki jejak-jejak keberanian yang sudah ia tabur menuju jembatan hati Winnie. Mencoba tak goyah, mencoba tak jatuh dan pantang menyerah. Umpamanya, sekalipun jembatannya retak, Gibran akan mengupayakan dengan cara apapun agar ia dapat sampai ke tujuannya.
Contohnya dalam hal kecil terlebih dahulu. Menyapa gadis itu. Gibran tak akan berhenti menebar senyum dengan hangat, mengucap sapa dengan lembut. Sampai mengingat hal-hal kecil yang selama ini ia lewatkan untuk digali.
Ia kira, perasaannya tak akan sedalam ini. Jadi Gibran pikir cukup melihat eksistensinya yang berada di lingkaran kehidupan dan sekolahnya itu sudah senang. Sudah bagus.
Tapi nyatanya ada jalan Tuhan yang terbentang melalui garis takdir yang tak dapat dihindari. Gibran harus bergerak, mana mungkin sudah diberi kesempatan besar tapi Gibran diam saja?
Maka dari itu Gibran menyicil informasi yang ia dapat dari beberapa akun sosial media gadis itu. Mengorek sedikitnya tanggal lahir yang tertera di profilnya Facebook. Yang juga, menyimpan beberapa foto masa kecil gadis itu yang terposting dulu.
Darisana Gibran tahu bahwa, Winnie Teresia lahir pada tanggal 1 Januari 2005. Selisih satu tahun dengannya. Winnie punya kakak laki-laki yang sering ia lihat pada akhir bulan saja. Ayahnya mengelola Toko Kain yang cabangnya dimana-mana. Ibunya juga kebetulan mantan Teller di salah satu Hotel Bandung.
Bagaimana Gibran bisa tahu? Jawabannya karena Jaidan. Si pemuda jenius itu tanpa perintah memberinya screenshot beberapa informasi yang ia dapatkan. Entah darimana, yang penting Jaidan memang pintar jika urusan beginian.
Lalu semenjak hari itu, Gibran beberapa kali melihat makanan dan minuman apa yang sekiranya disukai Winnie. Menilik dari yang sering dibeli di kantin sekolah, gadis itu sering terlihat membeli susu kotak stroberi dan roti tawar.
Maka dari itu, Gibran sempat membeli beberapa untuk ia beri kapan-kapan. Dan harapan itu terwujud saat Winnie datang ke rumah mengantar makanan dari Tante Tria. Mamanya Winnie.
"Winnie sebentar."
Melihat tolehan gadis itu, Gibran kala itu menghampiri drngan satu kotak susu stroberi dalam genggaman. "Nih, buat kamu."
"Aku?"
"Iya, di rumah banyak. Aku sering lihat kamu minum ini."
Nyatanya itu hanya alibi Gibran. Di rumah hanya ada tiga sampai lima kotak saja. Tak sebanyak itu. Apalagi menyangkut nama Gege alias adiknya Geya mengenai ajakan polosnya, "Sering-sering main kesini, kayaknya Gege suka sama kamu."
Ini tidak sepenuhnya salah. Gibran memang memakai nama adiknya sebagai undangan terbuka, tapi nyatanya ia sendiri yang berharap sangat Winnie dapat sering berkunjung kesini. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa pasti Geya juga sama halnya.
Yang terpenting Winnie kali ini tahu eksistensinya.
**
Yang paling membingungkan adalah, ketika hatinya tengah berjuang untuk Winnie, Gibran sudah tengah diperjuangkan juga oleh Miya.
"Iban!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling In Silence
Ficção Adolescente❝ Sadar atau tidak, pengagum rahasia itu orang ketiga. Dan mungkinkah kamu termasuk ke dalam orang-orang itu? ❞ Started on June 2022 © Chocolalayu