43. Dukungan Kawan-kawan

218 55 9
                                    












Menginjak bulan pertama pelajaran baru, yang artinya kedudukan Winnie kini satu tahun lebih tinggi yaitu menginjak kelas 11 dan Gibran satu tahun di atasnya. Kala itu Seminar Fotografi diadakan di SMK Bina Pratiwi secara umum.

Tepat di hari Sabtu-Minggu acara dilaksanakan, bersama Kompetensi Desain juga pameran seni yang sekaligus dilaksanakan di hari yang sama, mengundang keramaian yang tak terhindarkan.

SMK Bina Pratiwi disulap seolah menjadi galeri seni yang jelas tempampang nyata di setiap sudut. Belum lagi tegaknya panggung di antara ramainya festival kuliner yang berderet rapi dengan berbagai makanan dan minuman yang menggiurkan, semakin mengundang orang-orang untuk datang.

Winnie dengan pakaian lapangan Fotografi biru navy dengan celana kain hitam itu melirik saat panggilan Sadam tertuju. "Kenapa, Kak?"

"Briefing dulu, Win. Itu tinggalin bentar, nanti lanjut lagi."

"Oh iya, oke Kak."

Winnie menarik senyuman lebar kala sosok Gibran baru datang dan langsung mendudukkan diri disampingnya. Lama-lama kumpulan anak Fotografi duduk melingkari Sadam Zibran dan Pembina Ekskul yang senantiasa memberi arahan untuk acara hari ini.

"Kalian tolong awasi orang-orang yang datang ya, kita bukannya mau suudzon, tapi baiknya kita jaga-jaga aja kalau semisal nanti ada tangan nakal yang diam-diam ambil karya orang."

"Emang dulu pernah ada kejadiannya ya, Kak?" bisikan Winnie terlontar untuk Gibran yang menjawab dengan anggukan kecil.

"Waktu aku kelas 10. Ada yang curang sih dulu."

Sementara Winnie yang ber-oh pelan menanggapi, Sadam Zibran kembali memberi satu dua kata penyemangat untuk anggota-anggotanya. Dan sesuai rutinitas sebelumnya, lingkaran anak Fotografi membentuk dengan meletakkan telapak tangan dibawah pembina.

"Photography of Pratiwi?"

"Memories Are Us!"

Ketika riuh tepuk tangan memenuhi ruangan, Winnie menarik nafas dalam-dalam dan mencoba tersenyum lebar. Gadis cantik itu menguatkan ikatan rambut menggumam ceria, "Yeah! Semangat!"

Dan gerakan itu tak terlewat sedetikpun bagi Gibran yang melihatnya. Maka dengan kekehan kecilnya yang mengudara, telapak tangan Gibran mengusap lembut puncak kepala Winnie dengan gemas.

Sama-sama melukis senyum lebar, "Semangat pacarku!"







**





Gersang siang itu tak membuat semangat semua orang lenyap. Hari semakin siang, teriknya matahari tak bisa terhindarkan. Gibran menyeka peluh yang menetes, pemuda itu menepi sejenak dari keramaian. Melindungi diri dari terpaan sinar mentari yang seolah menyengat kulit.

Meski begitu, tatap matanya tak ayal mengawasi setiap pergerakan Winnie di depan sana. Naas menimpa keduanya, mereka mendapat jatah tempat yang menurutnya merugikan. Bagian fotografi di area lapangan luas yang panas, menangkap gambar dan video di tengah-tengah ramainya hiruk-pikuk orang-orang.

"Ban!"

Panggilan itu mengalihkan tatapan matanya yang semula mengawasi Winnie yang kini sibuk menyeka peluh. Kini pandanganya menatap kedatangan Harsa dan Argi yang berjalan mendekat.

"Eh oi!" balasnya menyapa.

"Anying panas kieu (Gini)," Keluhan Harsa terdengar saat mereka saling berhadapan. Diiringi Argi yang menyeletuk, "Tapi daripada hujan sih, hoream (Males)."

Feeling In Silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang