Winnie menyukai sesuatu yang lembut dan hangat.
Termasuk menyukai Gibran Athala si pemuda baik hati yang menarik perhatiannya.
Alasan mengapa Winnie menyukai Gibran adalah karena kelembutan sikap pemuda itu yang kerap ia lihat pada siapapun. Entah kepada perempuan, anak kecil, orang tua, ataupun pada teman sebayanya.
Ini mungkin berlebihan, namun apa yang kalian harapkan dari remaja labil yang kala itu masih lima belas tahun?
Yang Winnie tahu, saat Gibran yang datang ke kelas-kelas tujuh setiap hari Kamis-atau yang biasa disebut Pembinaan Kepramukaan-dengan atribut lengkap serta tali kamera yang melingkar di leher, Winnie diam-diam memperhatikan.
Gibran si pemuda berwajah lembut itu sering mondar-mandir membidikkan kamera pada setiap objek yang menurutnya menarik. Senyuman manisnya juga selalu terukir tatkala tatapan matanya tertuju pada hasil bidikannya.
Winnie terpesona, sampai pipinya bersemu hingga ke telinga.
Intonasi bicaranya, Winnie selalu diam-diam mendengarkan. Terasa lembut dan mendayu merdu, pas di telinga.
Tatapan matanya yang hangat, sering ia lihat saat Gibran menunduk kecil menyapa para guru saat selesai upacara.
Dan Winnie tersenyum sendiri.
Tawa nya yang lembut, sama hal nya dengan tingkah pemuda itu yang tak dilewati Winnie untuk diamati setiap hari. Sering ia lihat jika Gibran berada di tengah-tengah segerombol teman kelasnya yang nongkrong di teras kelas.
Dan Winnie kadang pura-pura melewatinya, hanya untuk menarik perhatian Gibran yang sampai saat ini masih belum ternotice juga.
Lalu hari itu, apa Tuhan tengah memberikan peluang lebih banyak saat tahu bahwa Gibran, pemuda hangat yang ia kagumi diam-diam itu ada di sebrang rumahnya.
Turun dari mobil, mengangkat kardus lalu masuk ke dalam rumah berlantai tiga yang letaknya di depan rumahnya sendiri.
Ya tuhan, apa artinya sekarang Winnie harus bertindak lebih jauh? Apa Winnie harus berani maju dan mendapatkan apa yang ia mau?
Secercah harapan kala itu muncul tanpa dicegah. Winnie bertekad ingin berjuang, dia tidak ingin diam-diam lagi. Winnie ingin kehadirannya terlihat berarti di sekitar Gibran.
Winnie ingin maju, dan ini saatnya.
"Sayang? Kok diem aja?"
Tolehan cepat menjadi respons Winnie yang sedari tadi hanya melamun di depan laptop. Dia mengerjap kecil, menggeleng agak meringis melihat wajah kebingungan Mama yang sampai saat ini menemaninya disini.
"Gimana? Kamu mau ke SMA mana? Itu Mama udah pilihin beberapa SMA favorit, kamu srek nya yang mana, biar sama Mama nanti diurus."
Netra hitam Winnie tampak fokus menyorot layar laptop yang menampilkan beberapa Sekolah Menengah Atas yang direkomendasikan Mama.
Sebenarnya Winnie bingung, dan dia tidak ingin masuk SMA.
Kerutan di dahi, serta ucapan dalam hati terus saja berputar membuat helaan nafas gadis belia itu terdengar oleh Mama.
"Kenapa? Nggak ada yang cocok?"
Winnie terdiam cukup lama, pandangan matanya ia tolehkan pada Mama. Sendu dan sayu. Garis wajah Winnie terlihat gelisah dan kebingungan.
"Ma," panggilnya pelan.
Mama memperbaiki kacamata yang terpasang, merasa ada yang ingin disampaikan anaknya, perempuan dewasa itu memusatkan perhatian sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling In Silence
Teen Fiction❝ Sadar atau tidak, pengagum rahasia itu orang ketiga. Dan mungkinkah kamu termasuk ke dalam orang-orang itu? ❞ Started on June 2022 © Chocolalayu