Cinta yang terbalas memang menyenangkan hati.
Winnie tak pernah mengira sebelumnya bahwa hari ini kan tiba. Dimana degupan jantungnya kian berdebar tak karuan di depan pemuda yang ia sukai dari lama. Ketika perasaannya yang selama ini ia ragukan, terbalas sama halnya. Mengundang riuh senang yang tak terkira.
Gibran Athala menyatakan perasaannya. Meskipun bukan melalui untaian kata-kata yang menyentuh hati, meskipun bukan melalui kejutan bunga dan coklat yang menghiasi. Lewat sikapnya, sebenarnya Gibran menyiratkan arti berbeda. Dan sayangnya Winnie kurang peka.
Kemudian kala itu tertutupi oleh rasa tak percaya dirinya setelah melihat kedekatan Gibran dengan Miya. Winnie seolah ditekan untuk berpikiran buruk, untuk tak mempercayai ekspektasi. Dia sulit membenahi pikiran yang sialnya selalu bercabang kemana-mana. Memikirkan hal-hal yang menyakiti dirinya.
Kemudian hari ini, setelah mendengar cerita panjang dari mulut Gibran bak dongeng tidur di siang bolong. Winnie merasa sebagian bebannya hilang, setitik perasaannya lega dan plong. Apalagi ketika Gibran yang memberi tatap kagum yang tak lagi terhindarkan, membuat ia seakan terbang tinggi dan tersipu.
Gibran Athala pulang kembali ke rumah lama. Dimana cinta pertamanya yang ia damba. Pada gadis yang kini tertawa bersama, menatap wajahnya tanpa jeda.
"Agak plot twist ya, Kak?" Tanyanya seolah santai dan tak ada masalah apa-apa. Tapi nyatanya, Winnie diserang gugup tiba-tiba.
"Maaf ya?"
Winnie mengernyit heran, "Maaf kenapa, Kak?"
Gibran memalingkan wajah malu sendiri, "Maaf udah pengecut dan nggak berani buat confess dari lama."
Tarikan sudut bibir Winnie perlahan mengembang lebar, binar matanya menyiratkan sesuatu yang bahagia. Meskipun rona merah di kedua pipinya tak bisa terhindari, gadis itu setia memandangi. Memberi atensi sepenuhnya untuk pemuda di sampingnya ini.
"Nggak papa lah, ini kan udah."
"Tetep aja, Win. Kalau aja dari dulu aku tuh bisa bilang ke kamu gitu? Minimal ngajak kenalan? Ini mah, sok tsundere pisan ih, kesel."
Mendengar gerutu Gibran, tawa kecil Winnie mengudara. "Nggak papa, Kak Ibaan."
Gibran mendecak, "Kamu," keningnya terlipat dengan mata yang memicing menatap Winnie yang langsung mengangkat alis.
"Apa ih? Kenapa?"
"Nggak papa mulu jawabnya."
Tertawa, Winnie menepuk pelan bahu si pemuda. Mengundang senyum samar Gibran yang otomatis terlihat ketika pandangannya menatapi Winnie.
"Lagian ya nggak papa atuh, Kak Iban. Itu kan dulu, sekarang kita udah deket juga. Jangan nyalahin diri sendiri ah, aku juga tau kok gimana rasanya."
Gibran melipat tangan, wajahnya tengil. Menegakkan tubuh menghadap sepenuhnya, "Gimana coba rasanya?"
Ditatap seperti itu, justru Winnie jadi salah tingkah. Pandangan matanya berlarian tak jelas, "Eung... ya... gitu... kayak yang Kak Iban bilang."
Senyum Gibran semakin melebar, "Aku bilang apa?"
"Ih itu... yang tadiii." Winnie mendecak halus, wajahnya memerah malu. "Jangan liatin akuu, Kak Ibaann ihh."
Tawa mengudara Gibran menjadi suara merdu yang masuk ke dalam pendengaran Winnie. Menemani degupan jantungnya yang berdetak lebih kencang. Ketika telapak tangan pemuda itu jatuh di atas kepalanya, mengusapnya lembut. Darisanalah Winnie merasa sudah terlampau jatuh pada pesona Gibran. Pemuda itu memang sudah ahlinya membuat Winnie terbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling In Silence
Teen Fiction❝ Sadar atau tidak, pengagum rahasia itu orang ketiga. Dan mungkinkah kamu termasuk ke dalam orang-orang itu? ❞ Started on June 2022 © Chocolalayu