53. Perasaan Itu

74 11 0
                                    









Satu minggu setelahnya adalah minggu-minggu yang sibuk. Sadar tak sadar mereka jarang sekali menghabiskan waktu bersama.

Winnie menghindar, Gibran juga sama sibuknya.

Belum ada yang mengalah, atau mungkin juga Gibran yang masih belum mengerti. Intinya ada jeda waktu yang lama-kelamaan Gibran pikirkan. Winnie sedang tidak baik-baik saja.

Ada senyum tak biasa, juga tatap mata yang tak secerah biasanya. Gibran menyadari, tapi belum ada waktu untuk bertanya. Sampai hari ini tiba, Gibran sama sekali tak melihat pacar menggemaskannya di sekolah.

Aneh, biasanya Winnie selalu ada di meja kantin depan stand siomay. Bersama Nania dan temannya yang lain, tertawa-tawa. Tapi ketika ia menginjakkan kaki disini, Winnie tak terlihat juga dalam pandang.

"Nyet bentar,"

Suara Argi berbisik pelan, menghentikan langkah Gibran dan Harsa yang juga ada di sana.

"Naon?" (Apa?)

Meskipun Harsa sudah memasang wajah tak bersahabat, Argi tetap cengengesan tak jelas sambil menyugar rambut hitamnya dengan gaya.

"Aing kasep nggak?" ( Aku ganteng nggak?) tanyanya dengan senyum cerah. Mengundang kerutan bingung keduanya.

"Naon anying? Maksudna?"

Argi tak menggubris, kini melirik Gibran dengan tanya. "Ban liat Ban, nggak ada cileuh kan? Aman kan?"

"Heeh, aman-aman. Kunaon sih?"

Bukan Harsa namanya ketika netra penuh tanda tanya itu kini mulai mengerti ketika menangkap seseorang yang belakangan ia lihat dekat dengan temannya. Refleks menyeru kencang mengundang tolehan sekitar.

"OHHHH ETAA," Argi mendelik, "Paham paham."

"Apa anjing."

"Eitss kalem a, mau caper cenah Ban." Harsa terkekeh ringan, merangkul dua temannya dengan riang. Disusul tawa Gibran yang kini mulai mengekori.

Suasana ramai hari itu memang seperti biasanya. Tapi rasa rasanya, ketika sapaan Harsa menghampiri meja yang ada Winnie, raut wajah gadis itu kentara tak seperti biasanya.

"Aduh penuh, boleh disini nggak? Kosong kan?" celetukan Harsa mengundang atensi Winnie dan Nania yang ada disana. Melirik samar, kemudian anggukan kecilnya terlihat.

Nania jelas terlihat bersemu, Argi juga sama hal nya. Harsa dengan celotehan tak jelasnya mengundang topik obrolan bersama Winnie yang merespon seadanya. Dan yang dilakukan Gibran hanya diam, menatapi kekasihnya tertawa kecil di depannya bersama Harsa.

Benar kan. Winnie sama sekali tak bertanya. Gadis itu sama sekali tak mau bersitatap. Meskipun daritadi Gibran tak lepas memandang, walaupun atensi gadis itu sepenuhnya mendengarkan celotehan Harsa, Winnie malah terlihat tak nyaman.

Kemudian entah dari kapan Harsa sadar, lirikan matanya menubruk tatap tenang Gibran yang diam. Pemuda itu menguasai raut wajah, "Meni sepi gitu couple baru, biasanya bucin terus."

Celetukan itu membuat Nania dan Argi sontak ikut menoleh bingung. Ada kekeh yang mengudara setelah lontaran kalimat Harsa. Namun Winnie jelas membuang muka sama sekali tak mau menjawab.

"Iyaaa ih, baru ngeh."

"Ya kaann. Biasanya nggak diem-dieman gini." Harsa menimpali.

Sepertinya Winnie sudah mulai tak nyaman, apalagi Gibran juga tak berhenti memaku tatap. Sampai gadis itu bangkit berdiri, pamit terburu-buru. "Aiya aku lupa tadi ada yang ketinggalan, Nia aku duluan ke kelas ya nggak papa kan? Duluan ya semuanya."

Feeling In Silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang