22. Sebelum Merindu

301 70 10
                                    


Let's watching this FMV guys! Please













Winnie pernah bilang bahwa sebenarnya mengagumimu Gibran dan bisa melihat pemuda itu setiap hari sudah ada kesenangan tersendiri bagi gadis itu.

Namun sepertinya hati dan pikirannya tak sejalan. Ketika hatimu lebih memilih berjuang, sedangkan pikiranmu membuang harap yang berujung semu. Menarik hatinya agar menyadari bahwa memiliki Gibran hanya sebagai angan tak sampai dan malah menimbulkan luka.

Setidaknya itulah yang lebih dulu menyadarkan saat langkah kaki Winnie selalu mencoba mendekati.

Namun kendati demikian, semesta seolah memberi dukungan. Banyak kebetulan-kebetulan yang semakin membuat harapan Winnie membengkak. Hingga perlahan-lahan melupakan pikiran sebelumnya.

Tentang resiko menyukai Gibran Athala lebih dalam. Tentang kecewa yang siap dipeluk setiap hari.

Winnie pernah berada di situasi bimbang. Bukan satu kali dua kali. Tentang sikap yang seharusnya Gibran berikan untuk ukuran tetangga dan kakak kelas dan adik kelas di sekolah.

Menilik dari tingkah pemuda itu yang agak mendebarkan hati, Winnie pikir ekspektasinya tak se-semu yang ia bayangkan. Setidaknya masih ada setitik harapan yang semakin membuat ia yakin bahwa Gibran bisa menjadi miliknya.

"Mowning, Kak Iban!"

"Morning too, Win."

Kala itu jarum jam pada pergelangan tangan Winnie masih menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit. Sepertinya ini rutinitas baru bagi mereka. Pergi dan pulang bersama. Dan tentu saja jelas menguntungkan untuk Winnie yang selalu mendamba-damba hal ini.

Kemudian tawa kecil Gibran mengudara. Menimbulkan tanya Winnie yang kini tengah memasang helm pada kepala. "Telen dulu itu makanannya, Win."

Ringisan pelan Winnie menjadi bentuk tanggapan gadis itu yang dibalas senyum menggemaskan Gibran. Memberi kesan tampan yang kelewatan.

Dari sana, Winnie menyadari banyak hal. Gibran banyak berubah.

Benar, sosok pemuda ramah itu sudah banyak berubah. Senyumnya makin menawan, wajahnya tambah rupawan. Sikap dan perilakunya semakin tak tertebak. Sukses memberikan efek yang dahsyat.

Memasuki bulan ke enam, menjelang ujian akhir semester. Banyak hal yang mereka lalui bersama, menghabis waktu berdua, menciptakan ingatan indah yang tak terlupa. Benak Winnie selalu bertanya-tanya, mereka akan seperti ini sampai kapan?

Winnie sudah berjalan sejauh ini. Dan tinggal ia dapatkan hasilnya.

Tapi bagaimana caranya?

Winnie bahkan tak berani menyinggung soal perasaan. Gibran juga sama sekali tak pernah merasa seperti itu. Pemuda itu entah pura-pura tak sadar atau memang kepekaannya terlalu rendah untuk dipahami.

Setelah satu minggu ujian, Gibran akan PKL. Artinya, enam bulan kedepan Winnie tak bisa melihat pemuda itu di lingkungan sekolah lagi. Dan ia masih seperti ini, belum berani mengutarakan isi hati.

"Kak Iban bentar lagi PKL ya?"

Lirikan mata pemuda itu tertuju pada kaca spion, dimana tatap Winnie membalasnya. "Iya, abis liburan sekolah nanti."

Feeling In Silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang