Happy reading, semoga suka. Vote dan komen yang banyak ya.
Yang mau baca duluan bisa mampir ke Karyakarsa dulu. Follow saya di akun : carmenlabohemian
Luv,
Carmen_______________________________________
Gerald bangun dari mimpi yang membuatnya gelisah. Rasanya begitu nyata sehingga ketika ia terbangun di ranjang dan menemukan dirinya sendirian, ia merasa kecewa. Terlebih, ia bangun di ranjang rumah sakit yang sempit dan keras pula. Sempat terpikir olehnya untuk kembali memejamkan mata, mencoba untuk mendapatkan mimpi itu kembali, siapa tahu Summer masih bisa hadir kembali dalam mimpinya, membiarkan Gerald melihat wanita itu sejenak.
“Dasar bodoh,” makinya pada dirinya sendiri.
Gerald Cunningham tidak pernah kekurangan wanita. Bahkan mereka biasa berjejer untuknya. Tapi sesosok mailakat penyelamatnya ini benar-benar berbeda dengan wanita lain sehingga Gerald tidak mampu mengeluarkan wanita itu dari dalam pikirannya. Awalnya ia ingin menertawakan dirinya sendiri, mungkin ia terkena karma karena terlalu sering berganti kekasih, namun sepertinya hati Gerald tidak main-main – ia benar-benar rindu pada wanita itu. Gerald rindu pada suaranya sehingga ingin rasanya ia menelepon wanita itu lagi dan lagi, ia rindu melihat wajah cantik itu lagi, tapi sepertinya tidak mungkin meminta wanita itu datang menjenguknya ke rumah sakit. Summer pasti disibukkan dengan rumah kacanya, dengan tanaman-tanamannya yang dirusak Gerald dan wanita itu pasti akan berkata dengan nada sarkas bahwa dia tak memiliki waktu untuk itu.
Gerald mendengus kecil. Belum-belum ia sudah bisa membayangkan omelan seperti apa yang akan didapatkannya dari Summer.
Ini juga pertama kali terjadi padanya. Selama ini, tidak pernah ada seorang wanitapun yang berani mengomelinya, atau mendebatnya atau bahkan menolaknnya.
Hanya Summer.
Tanpa sadar Gerald tersenyum sendiri. Ia membayangkan kembali wanita itu. Wajahnya yang cantik, dengan rambut cokelat emas bergelombang, matanya indah dengan bola mata hijau biru, tapi bibirnya yang membuat Gerald sampai terbawa mimpi – seksi dan penuh. Ciuman kilatnya kemarin sama sekali tidak cukup. Yang Gerald inginkan adalah menarik wanita itu ke suatu sudut lalu menciumnya lama dan dalam. Tapi tentu saja ia tidak bisa melakukannya, selain karena saat itu ia bahkan tak kuat menopang dirinya, di sisi lain, Summer mungkin tak akan mau bertemu dengan Gerald lagi setelahnya.
Gerald melepaskan napas pelannya. Sungguh membosankan. Sendirian, di rumah sakit, direcoki dokter dan perawat. Padahal Gerald baik-baik saja. Ia benar-benar bosan. Alangkah menyenangkannya jika Summer mau datang ke sini. Ide itu kemudian melintas cepat di benaknya. Ya, kenapa tidak? Ia bisa meminta Summer datang ke sini tanpa perlu memperlihatkan niat sebenarnya. Ia bisa melihat wanita itu lagi tanpa perlu memberitahu Summer bahwa ia sangat rindu bertemu dengannya.
Brilliant! Heh! Itulah yang selalu dikatakannya pada dirinya sendiri. Ia memang cemerlang.
Gerald lalu meraih ponsel dan mencoba menelepon wanita itu. Sekali. Dua kali. Tidak ada jawaban.
“Why didn’t you pick up?”
Tak sabar, Gerald kemudian mengirim pesan pada wanita itu. Persetan jika Summer merasa terganggu, he plans to stick around that woman.
Selamat pagi, Malaikat Penyelamatku.
Aku bertanya-tanya sudikah kau menyelamatkanku untuk yang kedua kalinya?
Aku benar-benar membutuhkan bantuanmu.
Gerald harus menunggu lumayan lama untuk balasan tersebut. Hampir menjelang siang sebelum pesan masuk ke ponselnya.
Dari Summer.
Dengan bersemangat, Gerald membukanya.
Menyelamatkanmu dari apa? Jangan bilang kau menabrak dan meruntuhkan rumah sakit dengan kursi rodamu.
Gerald tertawa membacanya. Summer-nya memang sarkastis.
Summer-nya?
Gerald kembali terbahak. His Summer. Sounds nice, very nice.
Dan alih-alih membalas pesan wanita itu, Gerald langsung menelepon Summer. Ia ingin mendengar suara wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cinderella
RomanceJust like some cliche love story, between a billionaire and modern Cinderella. But hey, who doesn't love a fairy tale love story?