Happy reading, semoga suka. Jangan lupa vote dan komen ya.
EBook tersedia di Playstore dan Karyakarsa.
Dan ada cerita baru di lapak wattpad saya. Last series dari How to Please.
Enjoy
Luv,
Carmen__________________________________________
Summer masih merasakan wajahnya merona panas karena ucapan Gerald. Walau ucapan pria itu benar, tapi tetap saja... Well, Summer mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk terbiasa. Ini kali pertamanya, terbangun, telanjang, bersama seorang pria. Apalagi pria perayu seperti Gerald, yang bisa membuat nenek-nenek sekalipun tersipu malu.
Tapi Summer tak punya banyak waktu untuk bersembunyi di kamar mandi dan mengulang ingatan tentang kemarin malam dan pagi tadi, ia juga mengabaikan tanda-tanda yang ditinggalkan pria itu di tubuhnya saat ia mandi dan membersihkan dirinya lalu cepat-cepat berpakaian dan keluar kembali.
Di sana, Gerald masih ada di kamarnya, sedang menunggunya. Pria itu kembali meraih dan kembali menciumnya.
"Kau benar-benar membuatku bahagia, Summer. Maaf karena aku tidak sempat mempersiapkan cincin, tapi kita bisa membelinya besok." Pria itu lalu meraih tangan Summer dan mencium jari manis tempat di mana cincin pertunangan mereka seharusnya bertengger lalu setelahnya kembali mencium Summer.
"Tidak masalah, Gerald. Lagipula, aku selalu bekerja dengan tanah, tak ada gunanya juga kalau kau membeli cincin mahal atau cincin berlian, atau cincin bermatakan apapun, kilaunya juga akan ditutupi tanah." Summer terkekeh pelan lalu menjauh dari Gerald untuk membuka laci dan mengambil kotak perhiasan kecil tempat ia menyimpan cincin ibunya. Lalu ia menunjukkannya pada Gerald. "Aku bisa mengenakan ini, aku juga suka modelnya, jadi kau tidak perlu repot-repot membeli."
Pria itu mengambilnya. Itu hanya cincin emas sederhana, dengan hiasan bunga emas yang dibentuk manis tapi Summer tidak berbohong, ia sangat menyukai model cincin itu. Terlebih, cincin itu milik ibunya.
Gerald meraih cincin itu sambil tersenyum. "Sempurna. Tapi tetap saja, aku akan tetap memberikanmu cincin pertunangan."
Summer mengangkat bahu pelan. Ia tak ingin mendebat Gerald. Pria itu memiliki uang yang banyak, dia bisa melakukan apapun yang disukainya dan Summer tak ingin berargumen tentang hal kecil seperti ini. "Oke, it's your money, after all."
"Aku ingin pernikahan kita jadi sesempurna mungkin, Summer."
Ia membiarkan pria itu meraih tangannya kembali dan kemudian menyelipkan cincin itu ke jari manisnya.
"Now i think, we're official, Summer."
Summer menatap Gerald dan melihat binar bahagia di mata pria itu. Dan hatinya menghangat. Apapun motivasi pria itu, Gerald tampaknya cukup tulus padanya.
"Mmm..." Summer menggumam kecil.
"Oke, ayo kita makan dulu, aku sudah menyiapkan makan siang."
Summer menarik tangannya kembali dari genggaman hangat Gerald. Dan untuk menutupi kecanggungannya, ia melemparkan komentar konyol. "Kau bahkan memasak. Kurasa kau akan menjadi suami pertama idamanku, Gerald Cunningham."
Gerald mendengus kecil. "Huh? Walau aku suami pertamamu, aku juga berharap menjadi suami terakhirmu, Summer. Kau tidak berpikir untuk menggantikanku dengan pria lain setelah beberapa waktu, bukan? You're player, too?"
Kalimat Gerald memancing tawa Summer.
"Silly. Aku bukan dirimu, oke? Aku bahkan tidak pernah pergi berkencan sebelumnya."
Gerald tertawa lalu memeluknya sejenak. Kemudian pria itu mencium puncak kepala Summer. "Aku tahu. I am just messing with you. Now, shall we have the lunch, before people start to show up?"
"Yes, please," erang Summer. Memikirkan akan bertemu ibu tirinya, ia memang sepertinya membutuhkan tenaga yang banyak.
"Jangan cemas. Kali ini semua akan baik-baik saja."
Mereka turun ke dapur berdua. Dan Gerald tak mengada-ada, pria itu telah menyiapkan dua piring pasta.
"Kurasa kau perlu berbelanja untuk kebutuhan makanan sehari-hari. Aku hanya menemukan pasta dan sedikit bacon asap, jadi aku membuat menu seadanya."
"It's more than enough," jawab Summer sambil duduk di depan salah satu piring pasta. "I don't eat much too."
"You really should."
Summer menyengir sambil menyendokkan pasta ke mulutnya. Mengejutkan, pria itu membuat pasta yang jauh lebih lezat dari Summer.
"Wow... Kau berbakat," pujinya tulus sambil menyendokkan suapan kedua.
Gerald tersenyum bangga sambil mengedipkan sebelah mata. "Aku memiliki banyak bakat, Summer. You'll find it all once we get married."
Entah kenapa nada bicara pria itu membuat Summer memerah malu.
Selesai makan, Summer naik ke kamarnya untuk bersiap-siap. Gerald memberitahunya bahwa baik Ellie maupun pengacaranya sedang dalam perjalanan ke tempatnya. Ia berdiri sesaat di depan cermin kamar mandinya, mengatur napas beberapa kali sambil memberitahu dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.Ia tahu tidak akan mudah menghadapi Ellie, jika bisa mungkin Summer akan memilih untuk tidak berurusan dengan wanita itu, karena ia tahu Ellie akan merendahkannya, menunjuk semua sisi jelek Summer, menghinanya, wanita itu pasti akan mengatai-ngatainya, menyebut bahwa ia tak cocok untuk Gerald dan Summber benar-benar tak butuh mendengarkan semua itu.
"It's okay, Summer. Gerald tidak akan terpengaruh. Dan dia juga sudah berjanji bahwa semua akan baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja."
Ia mengangguk pada bayangannya sendiri di cermin. Ya, Summer akan baik-baik saja. Walau ia mungkin tak pantas mendapatkan cinta Gerlad, pria itu cukup menyukainya untuk menawarkan persahabatan dan perlindungan. Walau hubungan mereka jauh dari kata romantis dan cinta seperti di film-film dan novel, tapi pria itu adalah teman yang bisa diandalkan dan jauh lebih baik, sangat jauh lebih baik dari orang-orang yang disebut Summer sebagai keluarga.
Dan malam tadi, walaupun tidak ada cinta yang terlibat di antara mereka, gairah mereka sangatlah nyata. Mereka akan menjadi teman yang sangat baik dan juga pasangan hebat di ranjang, jadi Summer tak perlu berkecil hati ataupun merasa rendah diri. Apapun yang dikatakan oleh Ellie, itu tidak akan mempengaruhi Summer. Summer akan menyingkirkan wanita itu dan anak perempuannya dari hidupnya dan ia akan terbebas. Seharusnya Summer senang, seharusnya ia bahagia. Kali ini ia kembali turun ke bawah, dengan senyum yang tak lagi dipaksakan. This is her moment. This is her fight... untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman keluarga tirinya yang jahat. The time has finally come for her.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cinderella
RomanceJust like some cliche love story, between a billionaire and modern Cinderella. But hey, who doesn't love a fairy tale love story?