Bab 1 B

4K 713 42
                                    


Happy reading, semoga suka.

Bab 6 dan 7 sudah update di Karyakarsa.

Enjoy

Luv,
Carmen

________________________________________

"Waktunya bangun, Sleeping Beauty, jangan memaksaku menciummu." 

Summer setengah berteriak mengalahkan suara hujan lalu menggoyangkan bahu pria itu dalam usahanya untuk membangunkan pria asing tersebut. Ia memandang dan memperhatikan wajah pria itu dan Summer tak mengada-ada. Pria itu memang tampan. Sangat rupawan. Mulutnya yang penuh dan seksi menjadi godaan yang sulit ditepis. Sempat terlintas dalam benak Summer untuk benar-benar mencium sang pangeran tidur dalam usahanya membangunkan pria itu, tapi tentu saja, hal itu tak dilakukannya. Bukan saja karena ia tak ingin mencium pria asing yang menabrakkan diri ke bangunan rumah kacanya tapi juga karena sang pangeran tampan itu mulai menggerakkan kelopak matanya dan mulutnya menggumamkan serentetan makian kotor.

Duh, mulut pria itu.

Summer merasa wajahnya memanas dan jantungnya berdebar saat ia menggerakkan matanya dari mulut lalu ke mata pria itu. Summer sadar ia sedang menatap pada sepasang mata paling biru dan memesona, biru dalam yang memukau. Tapi kedua mata indah itu tampak menatapnya bingung, sesaat seperti kehilangan fokus dan nyaris terpejam kembali.

Kaget, Summer segera memanggil pria itu lagi.

"Hey, hey, kau harus bangun. Sadar. Buka matamu, please. Halo, apakah kau baik-baik saja? Apa kau terluka? Dengar, aku harus mengeluarkanmu dari sini, kau bisa membantuku? Hello?"

Summer terus berbicara, setengah berteriak sambil terus mengguncang pelan bahu pria itu.

Ia sedikit lega saat pria itu berusaha mengerjap dan mengangguk.

"Apakah kepalamu sakit?"

"Sakit sekali." Bahkan untuk mengeluarkan dua patah kata itu saja, pria tersebut membutuhkan usaha lebih.

"Well, setidaknya kau merespon, itu sudah melegakan, that's a start, Warrior," Summer menyemangati. "Sekarang kita lihat apalagi yang bisa kau lakukan, oke? Aku tidak ingin memaksamu, tapi badai bisa saja semakin buruk, jadi kita harus pergi dari sini. Oke?"

Pria itu kembali mengusahakan anggukan dan mengerang. Summer melihat tangannya kesulitan melepaskan sabuk pengaman dan bergegas membantunya. Tangan-tangannya tak sengaja menyentuh tubuh keras pria itu dan Summer merasa wajahnya merona. Tapi ia tak punya pilihan selain membantu pria itu. Saat sabuk itu terlepas, Summer bergegas menarik tangannya dan membantu pria itu keluar.

"Aku akan basah kuyup," gumam pria itu ketika menjejakkan kaki di tanah dan hujan deras mulai membasahinya. Summer menyadari pria itu sedikit limbung dan tak seimbang, seolah-olah akan jatuh sewaktu-waktu.

"Hujan tidak akan mencelakaimu," komentar Summer. Apa pria itu tak melihat kalau ia lebih basah kuyup dan ia tak sekalipun mengeluh, padahal ia sedang berusaha menolong pria pongah ini. 

"You're kidding?" erang pria itu lagi. "Hujan sialan ini yang mencelakaiku."

Summer memilih untuk tak berdebat. Pria ini akan benar-benar pingsan jika berdiri terlalu lama di sini.

"Ayo, kubantu. Kalau kau tidak ingin mati kedinginan, kita harus segera pergi."

"Ke mana?"

"Rumahku. Ayo. Let me help."

Sedikit canggung, karena pria itu begitu tinggi dan besar sedangkan Summer cukup mungil untuk ukuran seorang wanita, ia berusaha menopang pria itu. "You can lean on me."

Samar, ia mendengar tawa geli pria itu. "Kau akan membuat kita berdua terjungkal."

Summer mengabaikan cemoohan itu sementara mereka berjalan menuju rumah.

"Kakimu tak akan kuat menopang tubuhmu."

"Aku baik-baik saja." Pria itu dengan keras kepala menarik lengannya yang tadi Summer lingkarkan ke bahunya. Menuruti keinginan pria itu, ia hanya melingkarkan lengannya di pinggang pria itu untuk menjaga keseimbangannya. Baru saja beberapa langkah, pria itu sudah nyaris tersanjung.

"Awas!" Summer berteriak kaget, lalu memeluk kencang pinggang pria itu sementara kaki-kakinya menahan keseimbangan. "Pelan-pelan saja."

"Maaf," gumam pria itu dari atasnya. "Tanahnya sedikit bergoyang, kurasa."

Dengan lengan-lengan Summer melingkari tubuh laksana Dewa Yunani itu dan kepalanya menekan dada keras pria itu, merasakan panas tubuhnya dan mendengar detak jantungnya, tanah di bawah kaki Summer juga sebenarnya sedikit bergoyang. Pria itu kemudian berhasil menyeimbangkan dirinya kembali dan hanya setengah bersandar pada Summer sehingga memungkinkan mereka untuk kembali bergerak.

Summer begitu lega ketika akhirnya mereka mencapai pintu belakang rumah pertaniannya. Mereka masuk ke dapur dan karena Summer tak sanggup lagi memapah pria itu lebih jauh, ia memaksanya untuk duduk di kursi kulit tua milik mendiang ayahnya dulu. Di bawah penerangan yang memadai, ia akhirnya bisa menatap pria itu dengan lebih jelas dan pria itu tampak dua kali lebih tampan dibandingkan di luar sana. Tapi... tapi ada sesuatu yang tak asing dengan wajah itu, seolah... seolah Summer pernah melihatnya. Tapi... bagaimana mungkin?

"Thanks," ucap pria itu, suaranya masih berupa erangan, seolah dia masih menahan sakit. "I am Gerald, by the way. Gerald Cunningham. Siapa namamu?"

The Billionaire's CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang