Happy reading, semoga suka.
Bab 38 sudah update di Karyakarsa ya.
Kalian boleh follow saya di sana: CarmenlabohemianEnjoy
Carmen
________________________________________
Sekitar pukul tujuh, Summer kembali dikejutkan dengan ketukan di pintu. Ia tidak sedang menunggu siapa-siapa dan satu-satunya orang yang cukup lancang untuk datang ke sini tanpa diundang, well, Summer hanya bisa memikirkan satu nama.
Ia menyentak pintu hingga terbuka dan kali ini, Summer benar. Gerald sedang berdiri di hadapannya. Ia belum lagi sempat membuka mulut saat pria itu menariknya agar mendekat dan mendaratkan kembali ciuman ke bibirnya. Kali ini Summer bangga pada dirinya karena ia berhasil memutus ciuman itu lebih dulu.
"Gerald!" Summer setengah membentak. "Apa yang kau lakukan di sini?!"
"Sudah kubilang aku ingin makan malam denganmu." Pria itu menyeringai.
"Aku sudah bilang aku tidak..."
Ia terdiam saat pria itu mengangkat tangannya untuk menunjukkan kantong yang tengah dijinjingnya.
"We can eat here," jelas Gerald lalu memaksa masuk begitu saja.
Summer menutup pintu sebelum berbalik lagi untuk menatap Gerald yang tengah menunggunya.
"Kuharap kau belum makan malam."
Kekesalan yang nyaris diluahkan Summer tertelan kembali saat ia memperhatikan pria itu. Gerald masih mengenakan setelan jas, pria itu tampaknya langsung datang ke sini dari kantornya di LA.
"Kau... Kau langsung datang dari kantor?"
"Ya, aku sudah menyuruh David untuk menyetir secepatnya tapi tetap saja butuh hampir dua jam untuk mencapai tempat ini. Aku membeli makan malam kita di restoran terdekat tadi, so don't worry, it's still hot."
Sesaat, Summer ingin sekali bertanya mengapa pria itu berusaha begitu keras untuknya?
"Gerald, kau masih belum sepenuhnya sembuh, tidak baik kalau terlalu lelah," ucap Summer kemudian.
"I just wanna see you and sharing food with you."
Pelan, Summer mendesah lalu berjalan untuk mengambil kantong makanan itu dari Gerald.
"Kau tahu, karena berurusan denganku, kau baru saja diperas USD 200.000. Is it worth?"
"You worth."
Summer merasakan sentakan pelan di ulu hatinya. Ucapan Gerald, juga senyumnya, menyentuh Summer sekaligus juga membuatnya sedih. Apakah benar ia begitu berharga?
"Sudahlah, aku akan menyiapkan makan malam kita," jawabnya cepat sambil berlalu ke dapur. "And thanks, aku belum makan malam."
Tak lama, Summer meletakkan sekeranjang ayam goreng, sepiring kentang goreng dan tiga buah burger raksasa serta dua gelas tinggi softdrink sambil mendelik pada Gerald yang tengah duduk menonton di sofa. Pria itu mengangkat wajah tatkala menyadari sedang ditatap lalu menepuk sofa di sebelahnya.
"Sit here."
Summer mendengus keras. "Gerald, mungkin kau tak peduli jumlah kalori yang masuk ke tubuhmu. Tapi ini benar-benar tidak sehat. Apa kau hobi makan junk food?" Terakhir, pria itu mengiriminya pizza. Belum lagi cake dan ice cream. Lama-lama, Summer bisa kelebihan berat badan.
Gerald mengerucutkan bibirnya dengan cara yang membuat Summer berpikir apakah Gerald akan terkejut jika tiba-tiba ia menciun pria itu.
"Kau tidak suka?" tanyanya nyaris seperti kecewa. "Tadinya kupikir jika aku memesan dari restoran langgananku, kau pasti akan mengomeliku, terlalu mahal, kau hanya membuang-buang uang, dasar pria kaya pongah and bla bla bla..."
Mendengar itu, Summer mau tak mau tertawa. Ia lalu mendudukkan dirinya di samping Gerald dan mencibirnya. "I didn't sound like that."
"Yes, you were."
Summer mengernyitkan hidung gemas. "Whatever. Tapi kalau aku jadi gendut, itu salahmu, oke?!"
"Tidak masalah," jawab Gerald enteng sambil memberikan sekeping paha goreng padanya. "Kalau tidak ada yang bersedia menikahimu, bilang saja padaku, i'll marry you."
Summer tersedak begitu hebat sampai Gerald harus menyodorkan minuman padanya dan menepuk-nepuk punggungnya cemas.
"Hati-hati, Summer. Pelan-pelan saja."
Kesal, Summer menepis lengan Gerald. Pikir pria itu, gara-gara siapa ia tersedak.
"Berhentilah mengucapkan hal-hal tolol!"
Gerald tak mengatakan apapun dan kembali fokus menonton sambil meneruskan makan, seolah dia tak mendengarkan bentakan Summer barusan. Summer menggerutu lalu meneruskan makannya tanpa banyak bicara. Tak lama, mereka sudah larut dalam film thriller yang ditonton Gerald dan Summer sudah melupakan kekesalan kecilnya ketika mereka berlomba menebak siapa pembunuh yang sebenarnya.
"A... Apa?" tanyanya tiba-tiba, agak gugup saat Gerald menoleh menatapnya, lama dan lekat. "You should watch."
Tapi pria itu malah mencondongkan badan. Dan Summer membeku. Dadanya berdebar kencang. Mulut pria itu mendekat. Lalu tangannya terangkat untuk menyapu sudut bibir Summer. "Ada makanan yang tertinggal." Dan menjauhkan badannya kembali.
What the fuck? Sia-sia saja dada Summer berdebar keras. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala pria itu. Apa sih yang diinginkan Gerald?
"Ah, ada lagi yang ketinggalan."
"Apa lagi?!"
Bentakannya kemudian tenggelam saat bibir Gerald menciumnya. Bibir hangat pria itu menekan bibirnya dan lagi, Summer meleleh. Ciuman Gerald kali ini hangat dah manis, tak menuntut dan dominan, hanya usapan-usapan lembut tetapi menyalakan percik di dada Summer. Setelahnya, ketika pria itu mengangkat kepala dan menatapnya dengan binar geli di mata, Gerald berkomentar. "I know you miss my kiss."
"Jangan besar kepala," jawab Summer tapi ia sadar, pria itu memang benar. Sial!
Menanggapinya, Gerald mengedipkan sebelah mata. "It's okay, kalau kau tidak mengakuinya."
"Terserah padamu saja."
Summer menegakkan diri lalu bergeser untuk memberi mereka jarak. "Kau sudah selesai makan, bukan? Kapan kau mau pulang? Ini sudah larut."
"Aku menyuruh David untuk berkeliling sepuasnya lalu kembali menjemputku sebelum tengah malam."
"What? Kau tidak bisa seenaknya, Gerald."
"I really love spending time with you, Summer." Ia baru saja akan mendamprat pria itu tapi Gerald masih belum selesai. "Yang mana mengingatkanku bahwa aku juga datang untuk memberikan undangan ini."
Summer melihat pria itu meraih ke saku jas dalamnya dan mengeluarkan sebuah kartu putih dengan tulisan emas timbul. Pria itu menyodorkannya dan Summer tertegun.
"Apa ini?"
"Undangan pesta."
"Pesta? Pesta apa?"
"Pestaku," jawab Gerald.
Summer langsung menggeleng cepat. "Oh, tidak, Gerald."
"I am sorry?"
Ia menolak undangan yang disodorkan pria itu dan bergeser makin jauh. "Aku tidak akan pergi ke pesta manapun."
"Mengapa tidak?"
"This is not my thing, Gerald. Lagipula aku tidak pernah pergi ke pesta manapun."
Kini Summer terdengar menyedihkan. Tapi seperti itulah faktanya.
Seumur hidupnya, ia tidak pernah diundang ke pesta dan ia tidak menghadiri pesta apapun. Bahkan ia tak menghadiri prom night-nya dulu karena Ellie meyakinkan ayahnya bahwa pesta-pesta semacam itu biasanya akan berubah liar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cinderella
RomanceJust like some cliche love story, between a billionaire and modern Cinderella. But hey, who doesn't love a fairy tale love story?