Happy reading, semoga suka.
Yang mau baca duluan, di KK udah update sampai Bab 13 ya.
Enjoy
Luv,
Carmen___________________________________________
Tiba-tiba gugup berduaan dengan pria itu, Summer lalu bergerak mendekat ke jendela. "Aku akan mengecek apakah helikopternya sudah tiba."
"Kau akan bisa mendengarnya sebelum kau bahkan melihatnya, Summer."
Saat pria itu menyebut namanya, rasanya jantung Summer berdetak satu kali lebih cepat. Oh Tuhan... Summer ingin pria itu segera pergi.
"Aku ingin menawarimu minum tapi memandang kondisimu..." Summer hanya ingin mengalihkan pikirannya, mencari topik pembicaraan, menutupi kegugupannya. Sesungguhnya, tak banyak juga yang bisa ia tawarkan pada pria itu. Ia hampir bangkrut, mungkin kalau hanya sekadar teh atau kopi...
"Tidak perlu, aku mengerti."
Summer mengangguk. Lalu tiba-tiba seolah baru teringat.
"Ya ampun, aku lupa kalau aku belum mengecek responmu!" Lalu buru-buru meraih senter dan mendekati pria itu.
"Hentikan!" Kali ini pria itu menangkap pergelangan Summer untuk menjauhkan cahaya itu dari matanya.
"Apakah kau selalu sesulit ini?" tanya Summer kesal sambil berusaha melepaskan tangannya. Kulitnya terasa terbakar di bawah sentuhan pria itu.
"Kau juga sama," ujar pria itu. Tidaklah pria itu tahu kalau senyum arogannya itu membuatnya bertambah menarik?
"Aku hanya mengikuti perintah dokter, oke?"
Gerald mendengus pelan. "Dokter yang mana? Operator darurat yang bicara denganmu tadi adalah dokter?" ledek pria itu, menangkap kebohongan kecil Summer dengan ejekan di senyumnya. "Jangan membodoh-bodohiku."
"Ini juga untuk kebaikanmu. Kau pikir dengan wajah tampanmu itu kau bisa membuat semua wanita mendengarkanmu, tapi itu tidak berlaku padaku." Summer lalu menarik paksa lengannya tapi membiarkan Gerald menyita senternya. Sebagai ganti, ia lalu meraih tangan pria itu untuk memeriksa senyumnya. "I still have my way to make sure you are okay."
Gerald terkekeh.
"Kau benar tentang bagian itu. Kau tidak seperti wanita yang lain. Tidak ada wanita yang kukenal yang akan keluar di tengah badai untuk menolong orang yang tak dikenalnya. Apalagi menarikku keluar dan memapahku ke sini, sendirian, dan mengurus segalanya. Bahkan seorang pria sekalipun takkan bisa melakukannya sebaik dirimu."
Well, apakah itu pujian? Dan haruskah Gerald menatapnya seperti itu? Summer jadi tidak bisa berkata-kata. Apakah wajahnya turut memerah?
"Terima kasih, Summer. Kau sudah menyelamatkanku."
Kenapa jantungnya berdetak sekeras ini? Sinting. Ini benar-benar sinting.
"Dan aku akan membayar segala kerusakan finansial yang timbul karena ulahku." Summer masih bergeming tatkala pria itu meraih dompetnya dan mengeluarkan kartu nama hitam bertintakan emas timbul dan mengulurkannya pada Summer. "Ini kartu namaku. Telepon aku setelah kau tahu kerusakan apa saja yang timbul. Nomor bisnis dan pribadiku ada di sini."
“Sungguh, tidak perlu. Itu hanya kecelakaan, kau bukannya sengaja. Dan aku juga punya asuransi, I’ll survive. I always do.” Summer memberi pria itu senyum lemah. Ia tahu ia juga sedang menguatkan dirinya sendiri. “Lagipula, semua orang di posisiku pasti akan melakukan hal yang sama. Kau membutuhkan bantuan dan aku kebetulan ada di dekat sini.”
Dan Summer lega karena tidak perlu lagi berargumentasi lebih lama. Bunyi helikopter di kejauhan mengalihkan perhatian mereka berdua. Dan Summer keluar untuk melambaikan bendera kain dan mengarahkan helikopter itu agar mendarat di tanah kosong, sejauh mungkin dari rumah kacanya yang sudah rusak sebagian.
Tiga orang turun dari helikopter. Pria yang mengaku sebagai dokter langsung masuk untuk memeriksa Gerald. Pria itu memintanya tetap tinggal sementara dia mengajukan pertanyaan demi pertanyaan. Setelahnya, seorang pria lain membantu Gerald berdiri. Summer mencari-cari ke mana pria yang satunya pergi. Jawabannya didapat ketika ia keluar dari pintu dapur dan melihat pria itu berjalan kembali dari arah rumah kaca sambil sibuk berbicara di telepon.
Summer berdiri di pintu dan melihat orang-orang itu membantu Gerald berjalan menuju helikopter yang sedang menunggu. Tapi pria itu tiba-tiba berhenti dan berbalik, memberi Summer isyarat agar mendekat, seringai itu masih tidak lepas dari wajah tampannya. Summer kemudian berjalan mendekati pria itu. Ia terkejut karena tiba-tiba pria itu mengulurkan tangan untuk meraup pinggangnya dan menariknya mendekat lalu… lalu menciumnya. “I really need that sleeping beauty kiss, Summer. Terima kasih untuk semua yang sudah kau lakukan untukku. Aku meninggalkan kartuku di mejamu. Tolong hubungi aku. I’ll make this up to you.”
Terkejut dan kehilangan kata-kata, Summer merasa terpaku ke tanah. Sensasi kejuta dan nikmat itu masih mengaliri dirinya ketika pria itu berbalik dan berjalan ke arah helikopter. Pria yang tadi menghilang datang mendekatinya. “Aku akan mengirim beberapa orang siang nanti untuk memindahkan mobil itu dan melakukan perbaikan sementara pada rumah kacamu sampai orang asuransi tiba.” Setelahnya, dia menyerahkan kartu namanya pada Summer dan mengikuti rombongan dari belakang.
Tetap saja, Summer masih belum pulih dari rasa terkejut. Ia masih bergeming membeku di sana, bahkan ketika helikopter itu mulai terbang dan meniupkan angin kencang. Summer tidak menutupi wajahnya ataupun menghindar atau apapun, ia hanya berdiri dan memandang sampai helikopter itu menghilang di balik langit gelap. Setelahnya, Summer bertanya-tanya apakah kejadian beberapa jam terakhir itu hanyalah mimpi. Namun saat ia berjalan untuk melihat rumah kacanya, Summer tahu bahwa kejadian itu senyata yang dipikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cinderella
RomanceJust like some cliche love story, between a billionaire and modern Cinderella. But hey, who doesn't love a fairy tale love story?