Happy reading, moga suka ya.
Yang mau baca duluan boleh mampir ke Karyakarsa, udah sampai bab 24 ya.
Yang nunggu update di KK, sabar ya, biar part berikut agak panjang dan hot, wkwkwk.. Butuh tenaga ekstra kalo nulis adegan hot wakakaka..
Maunya yang biasa aja hotnya, apa hot banget? Hahaha...
Semoga bisa update dalam beberapa hari ini.Anyway, enjoy your weekend.
Luv,
Carmen________________________________________
Summer tidak pernah naik ke kamar tidurnya dan jatuh terlelap di sofa dengan TV masih menyala dan boneka pemberian pria itu di dalam pelukannya. Lalu tiba-tiba ia terbangun kaget. Sesaat, ia kebingungan, mencari penyebab kenapa ia tersentak bangun dengan dada berdebar. Sial! Asalnya dari bunyi pintu depan yang digedor seseorang, bunyinya keras sehingga Summer khawatir pintu depan rumah pertanian tuanya bisa saja roboh sewaktu-waktu. Ia cepat-cepat menegakkan diri lalu merapikan rambut juga pakaiannya, mengucek matanya sesaat lalu bangkit. Bunyi gedoran itu masih lanjut dan Summer mendesah berat. Itu pasti David.
Really? Apa Gerald tidak mengenal kata menyerah?
Dengan lelah ia berjalan menuju pintu, bersiap memarahi David, tak peduli kalau pria itu hanya menjalankan tugas atau apapun. For God's sake, ini sudah tengah malam dan pria itu nyaris membuatnya terkena serangan jantung!
Setelah menarik napas panjang, Summer membuka pintu dan melontarkan kalimatnya dengan suara keras. "David, dengar! Aku tahu kau hanya menjalankan tugas tapi..."
Ucapan Summer otomatis terhenti karena pria yang ada di depannya sekarang bukanlah David melainkan Gerald. Ia belum sempat bereaksi ketika pria itu mengulurkan tangannya untuk meraup pinggang Summer dan menariknya mendekat lalu… menciumnya! Ya, pria itu menciumnya! Bukan jenis ciuman lembut ringan seperti yang diberikannya malam itu sebelum dia naik ke helikopter. Tapi ciuman kali ini berbeda. Gerald menciumnya keras dan kuat, jenis ciuman yang membuat jantung Summer berhenti dan napasnya juga berhenti, jenis ciuman yang mengalirkan sensasi gairah dari atas hingga ke bawah kakinya dan juga membangkitkan semua saraf yang sedang tidur di dalam tubuhnya. Ya, jenis ciuman yang membuat seorang wanita melemah di hadapan pria – kira-kira seperti itulah gambaran singkatnya. Dan tentu saja Summer syok, terkejut, terpana dan juga meleleh sesaat. Saat pria itu mengangkat kepalanya, ia bahkan tak punya tenaga untuk mendorong Gerald menjauh. Gerald tidak melepaskan rangkulannya dari pinggang Summer dan mendorong wanita itu mundur agar dia bisa masuk lalu bahkan menutup pintunya. Selama itu juga, tatapan pria itu tak berkedip sekalipun dari wajah Summer.
Butuh sesaat untuk pulih. Tapi akhirnya Summer bisa mengusahakan suaranya agar keluar. Agak tercekik tapi ia berharap pria itu tak menyadarinya.
“Gerald, kau… kau tidak bisa masuk begitu saja dan…” Summer baru saja memulai, tapi lagi-lagi, belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pria itu kembali menunduk untuk menciumnya dan mencuri pergi lagi napas dan semua kata-kata yang terbentuk di benak Summer.
Oh Tuhan… apa sih yang diinginkan pria ini?
“He… hentikan, Gerald,” ucapnya lemah, mendorong dada pria itu tapi pegangan Gerald di pinggangnya malah mengencang.
“Please…”
“Kenapa?”
Kenapa? Karena ini salah. Karena mereka tidak cocok. Karena pria itu hanya bersandiwara. Karena Summer sadar siapa dirinya. Karena ia tahu Gerald tidak benar-benar menginginkannya. Karena pria itu hanya berusaha memanipulasi Summer – persis seperti yang dilakukan keluarga tirinya - demi mendapatkan tujuannya. Ada baiknya ia memberitahu pria itu yang sebenarnya, sehingga Gerald akan berhenti berpura-pura tertarik padanya. Ia hanya takut untuk melihat sinar benci di mata pria itu. But still… Summer needs to be honest.
“You have to stop, all of these.” Ia menarik napas dalam lalu melanjutkan bagian yang tersulit. “Sudah terlambat, aku sudah menandatangani surat yang memberikan kuasa pada ibu tiriku untuk menuntutmu. Aku… aku sebenarnya tidak mau tapi…” Well, Summer tidak perlu berusaha menjelaskan. Itu tidak akan membuat perbedaan. Ia sudah memutuskan untuk menuntut Gerald, jadi buat apa pria itu mau mendengarkan penjelasannya lagi?
“I am sorry,” ucapnya kemudian. Setidaknya, ia meminta maaf.
“Hanya itu?” tanya Gerald akhirnya.
Summer melirik pria itu sekilas lalu membuang wajahnya lagi ke lantai. Pelukan Gerald di pinggangnya masih meresahkan. Kenapa Gerald tidak mendorongnya kasar lalu memakinya dan meninggalkannya?
Ia mengangguk. “Iya.”
“So you think I’ll be upset?” tanya pria itu lembut.
“Ya, kau akan marah, iya kan?”
Mata Summer naik kembali untuk membaca ekspresi pria itu. Kenapa Gerald masih belum memakinya?
“Jadi pikirmu, semua yang coba kulakukan malam ini, semua panggilan telepon dan semua pesan-pesan yang kukirimkan, adalah cara bagiku untuk merayumu agar kau membatalkan niatmu?”
Summer mencari-cari nada sinis dalam suara Gerald, tapi pria itu terdengar tulus, pertanyaannya terdengar bersungguh-sungguh.
“Bukankah begitu?”
Kali ini Summer mencoba melepaskan rangkulan pria itu.
“Dan bisakah kau melepaskanku?” tanyanya lagi.
“Sudah kubilang aku tidak peduli dengan semua itu, bukan? Kau menuntutku ataupun tidak, aku tetap bersikeras membayar ganti rugi,” jawab pria itu, nadanya masih lembut. “Dan tidak, aku tidak ingin melepaskanmu.”
“Lalu… lalu kenapa kau datang ke sini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cinderella
RomanceJust like some cliche love story, between a billionaire and modern Cinderella. But hey, who doesn't love a fairy tale love story?