BAB 54

3.6K 770 260
                                    


🌿🌿🌿

Di pulau itu tak ada pohon. Hanya tanah kosong dan bangunan besar tak berpenghuni, karena kapal-kapal itu memang hanya digunakan dalam keadaan gawat darurat. Kapal selam sudah lebih dari cukup menjadi akses transportasi para penghuni Archipelagos dengan dunia luar. Lebih aman.

"Ada satu kapal kosong!" Drio berteriak dari atas sana. Wajahnya terlihat bahagia sekali, memancing teman-temannya yang lain menyusul melewati tangga kayu yang rapuh.

"Tetapi bagaimana cara menjalankannya?" tanya Ayu memegang stir. "Ini sangat sulit." Ia memutar dengan sekuat tenaga, sampai mengerang.

"Aku pernah membaca buku tentang cara mengemudi kapal. Semoga aku masih mengingat teorinya."

"Teori? Hahaha, tak semuanya bisa dilakukan hanya dengan teori Tanra. Kalian melupakan keahlian lainku?"

Bastian tertawa kecil, matanya membulat berbinar.

"Ah ya, aku baru ingat kau pernah cerita kau pandai menjalankan kapal Drio."

Drio mengangguk bangga. Dia punya kapal pribadi di dunia luar dan para pengawalnya mengajarinya untuk itu.

Drio memegang stir, menyingkirkan Ayu dengan mudahnya.

Dengan sebal Ayu mendengus. Tetapi ia senang, mereka punya harapan.

Setelah itu, Drio mendorong kapal dengan tanahnya sebelum kembali ke stir.

"Aku yang akan mengurus soal bahan bakar kapal," ucap Nala.

Bastian mengurusi layar kapal, Tanra mempercepat jalannya kapal dengan airnya.

"Jadi siapa yang akan menjadi kapten?"

"Aku saja."

Suara berat terdengar. Mereka menoleh ke sosok pria dengan tatapan dinginnya. Pria yang sedari tadi hanya mengikuti mereka.

"Bagus Lexan," kata Bastian menunjukkan jari jempolnya seraya melemparkan peta yang ia rogoh dari dalam sakunya. Lexan spontan menangkap dengan satu tangan.

Drio bertepuk tangan kecil. Ayu memekik heran. Sementara Nala tersenyum dan Lexan membalas senyum itu dengan senyum tipis.

Dengan cepat Nala mengalihkan pandangan. Buru-buru ia mengajak Ayu dan Sanja masuk.

"Kita harus melihat bahan bakarnya," gumamnya.

Lexan mengatur segalanya dengan kompas dan teropong yang tersedia lengkap dalam tas kecilnya. Dia saat ini memegang peta yang diberikan oleh para dayang-dayang Nyai. Pria itu sudah mempersiapkan segala barang yang akan dibutuhkan. Pemikir dan pengambil keputusan yang ulung. Disuruhnya Bastian menurunkan layar lebih lebar, mengarahkan Drio kemana tempat yang harus ia tuju, serta menyarankan kepada Tanra untuk berdiri di belakang kapal agar memudahkannya mengendalikan arus.

Lexan bukan anak pemalu. Lebih tepatnya ia hanya berbicara disaat yang dirasa penting. Seperti sekarang. Mulutnya tak berhenti mengutarakan kalimat saat teropongnya melekat di mata dan kompas di tangan kirinya.

Lexan meneropong ke kejauhan. Cukup lama sebelum senyum terukir di wajahnya. Ia menemukan kapal berlayar hijau.

"Itu dia!" seru Lexan. "Arah jam sepuluh, barat laut. Putar kemudinya Drio!"

"Siap kapten!"

Kapal itu melaju cukup cepat. Nala, Ayu dan Sanja dari dalam bisa merasakannya. Mereka menerangi ruangan dengan obor. Ini bukan karena ruangan tertutup rapat. Ada banyak jendela yang terbuka, hanya saja langit semakin gelap. Hujan yang baru saja reda agaknya akan turun kembali. Suasana sangat mencekam.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang