BAB 40

4.4K 842 28
                                    

🌿🌿🌿

Malam ini, Ayu memutuskan melanjutkan misinya. Ia menyadari kesalahannya saat bertemu dengan pohon Hariara tempo hari. Ayu tetap merasa arogan bahkan sampai saat itu, menganggap dirinya lebih dan bisa diandalkan seolah-olah tak membutuhkan bantuan orang lain.

Ayu berada di depan pohon Hariara. Kedua lututnya bersandar di tanah, ditutupi wajahnya dengan tangan sembari terisak.

"A-aku menyesal. Kehidupanku selalu dipuja sampai tak menyadari kalau ada hati yang terluka. Aku selalu menganggap remeh orang lain, merasa bisa diandalkan. Seharusnya... seharusnya aku melakukan semuanya seperti apa yang aku inginkan, bukan memenuhi ekspektasi orang lain."

Ayu terisak. Menutupi wajahnya.

Kamana menghampiri Ayu, mengelus pundak perempuan itu lembut. Kamani dan Kamanu menyeka wajah mereka dengan daun lembut mirip tisu, ikut hanyut dalam kesedihan.

Sementara pohon Hariara menyaksikan itu setelah cukup lama terdiam. Dia menggerakkan dahannya, mengeluarkan dahan-dahan baru sementara akarnya mengeluarkan dedaunan yang tumbuh menjalar menghampiri Ayu. Setiap batangnya mengeluarkan bunga anggrek beragam warna. Tanaman penghibur melilitinya dan sejengkal dari kepala Ayu mekar bunga lonceng berwarna putih yang mengeluarkan serbuk-serbuk membuat tubuh Ayu bercahaya.

Perempuan malang itu baru menyadarinya saat matanya terbuka, dia meraih serbuk-serbuk yang nyangkut di dressnya yang kainnya juga ikut berubah menjadi warna senada.

"Kau perempuan yang tepat menggantikannya, si Putri Tanaman Keenam."

Pohon Hariara bertitah tepat saat Ayu bangkit dari duduknya.

Daun-daun bergerak menutupi tubuh gadis itu. Penuh. Ayu pikir dia akan berubah jadi kepompong. Tetapi saat daun-daun itu menyingkir Ayu telah berubah jadi perempuan berbeda dari tampilannya sebelumnya. Dia mengenakan mahkota bunga yang jatuh dari bunga lonceng tadi. Tanaman-tanaman menjalar membentuk gaun indah dari bagian bawah menjalar ke atas, dihiasi bunga-bunga beragam warna yang elegan karena berwarna agak kegelapan tetapi serbuk sari yang bercahaya menyinarinya seperti berlian-berlian mahal.

Ayu merasa lebih baik, sebelum tubuhnya memasuki kumparan dedaunan. Tersedot dan muncul-muncu sudah berada di dunia lain.

Mata Ayu berbinar-binar takjub tanpa berkedip selama sepersekian detik. .

Tempat ini jauh lebih indah daripada pemukiman golongan Enau. Langit-langitnya dipenuhi aurora dan bercahaya terang keunguan. Rasanya seperti di negeri dongeng.

Ayu masih menggunakan gaun yang sama. Gaun itu adalah gaun paling indah yang ia kenakan seumur hidup. Dia berjalan pelan menyeret kakinya, menginjak rerumputan berwarna toska cerah, menyingkirkan tanaman-tanaman diantara dahan pohon yang tak terlalu rindang. Dan tibalah ia di tepi sungai dengan air terjun kecil yang mengalir berwarna kebiruan.

Matanya membulat memandangi sosok yang terduduk di sana dihiasi tanaman-tanaman di sekitarnya. Rasanya tanaman itu mengajaknya berbincang.

Sosok itu menoleh. Rupanya seorang perempuan dengan rambut berwarna putih susu dengan kulit putih pucat serta bibir agak merah. Wajahnya sangat simetris, bulu matanya lentik, hidungnya mancung kecil, dengan mata kebiruan.

Ayu terperangah sejenak sebelum tersadar dari lamunannya.

"Permisi, kalau boleh tahu siapa anda... dan tempat apa ini?" tanya Ayu gugup.

Perempuan misterius itu tersenyum. Giginya kecil, putih dan tertata rapi. Matanya hampir tertutup dengan eyesmile dan eyelid yang indah sekali.

"Aku Tung Sri de Enau. Panggil saja Sri. Selamat datang di dunia fantasiku."

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang