BAB 50

4K 803 35
                                    


🌿🌿🌿



Nala kembali ke Candi Tellu. Sepi. Hanya Sanja di ruang tengah berbaring mengangkat kakinya di kursi dan membaca buku tentang binatang purba yang ia pinjam dari Tanra.

"Baru balik Nal?"

"Ya."

"Apa kata Encik Juria?"

Nala menghela napas berat. "Dia mengusirku."

Sanja langsung terduduk. "Mengusirmu? Kenapa?"

"Kau tahu dia iri pada ibuku, kan?"

"Ah kurasa dia bukan orang yang tepat untuk diwawancarai."

Dengan lemah Nala mengangguk. Menaruh tasnya seraya bertanya. "Omong-omong kemana semua orang?"

"Sibuk. Tanra sudah jelas di perpustakaan, Lexan latihan takrow, Drio dan Bastian menghadap pak Inem untuk meminta nilai tambahan."

"Ayu?"

"Dia keluar..."

"Ada yang mencariku?" Muncul Ayu membawa bakul yang di atasnya berisi kue. "Candi Papat sedang merayakan pesta sebelum ujian mengundang para tetangga yang punya waktu luang." Ayu menaruh bakul di meja. "Lumayan, kan?"

"Baguslah," kata Nala seraya mengambil kue putu.

Sanja mengernyit. "Mengadakan pesta sebelum ujian? Ujian bahkan belum dimulai."

"Tak ada salahnya San. Mereka bukan kita yang harus bertempur sungguhan setelah ujian." Nala menghela napas berat. "Aku bahkan tak pernah belajar gara-gara memikirkan ini, tak ada petunjuk sama sekali."

Sanja dan Ayu berusaha menghibur Nala. Nala bisa menerima dukungan itu walau hatinya merintih karena dia anak terakhir yang belum menemukan jawaban apapun. Itu tentu saja membuatnya terbebani.

Lima hari menjelang ujian dia belum dapat petunjuk. Besoknya belum, dan besoknya lagi. Sampai suatu pagi yang cerah ketika dia hendak membujuk Encik Juria tiba-tiba Tanra memberitahunya bahwa ada seseorang yang mengiriminya surat lewat merpati putih dan juga daun kering dengan nomor 45.

Dibukanya surat berwarna agak kekuningan itu dan muncul tulisan.

Jangan beritahu siapapun tentang surat ini

Datanglah ke Urong. Ambil paketmu disana.

Mata Nala berbinar.

Apakah dari Encik Mina?

Urong adalah tempat para murid menerima paket dari orang tua mereka di dunia luar dan daun kering adalah nomor paketnya.

Dengan bergegas Nala mengganti pakaian. Menyusuri pasar dan tiba di candi paling tengah, yang di atasnya bertuliskan "URONG : Membawa barang kesejahteraan anda". Tempat itu sedikit berantakan dengan barang bertumpuk di tepian.

Kakek tua yang berjaga di sana melihat Nala dan menghampirinya. Kakek itu adalah Babe Ahmad. Usianya sudah 62 tahun, wajah keriputnya selalu dihiasi dengan senyuman hangat.

"Ada yang bisa kubantu?"

"Aku ingin mengambil paket," kata Nala seraya menunjukkan daun keringnya.

Kakek itu menerimanya. Lalu kedua alisnya terangkat naik sebelum tersenyum. Dia berjalan, mencari-cari barang di antara box-box besar.

"Dapat!"

Benda itu diberikannya pada Nala. Hanya benda persegi kecil yang terbungkus rapi.

"Terima kasih."

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang