BAB 55

3.9K 765 223
                                    




🌿🌿🌿

Malam semakin gelap, mereka telah menembus pertahanan kedua Archipelagos. Layar hijau terlihat semakin dekat. Lexan berteriak memanggil temannya yang lain, membuat mereka mengambil posisi dan memandang langit yang gelap, dan cahaya rembulan merah mulai nampak mungkin beberapa jam lagi akan jadi bulan purnama merah sempurna.

"Sudah dekat!"

"Wah, itu benar-benar mereka..." kata Drio mengucek matanya, memperhatikan kapal hijau di kejauhan.

"Kau tidak istirahat Lex?" tanya Nala cemas, kantung mata Lexan terlihat jelas.

"Kita semua aman." Ayu muncul dari belakang dengan secangkir teh hijau. "Aku sudah menaruh kopi luwak di kapsul Derena tadi. Anti kantuk juga."

"Wah hebat."

"Bukan waktunya memikirkan itu..." jawab Lexan lantas menoleh ke belakang dan berteriak. "TANRA, BASTIAN, PERCEPAT KAPALNYA BERGERAK!"

Tanra berlari ke belakang kapal, mengendalikan gelombang sedikit lebih tinggi. Sementara Bastian menggerakkan layar dengan penyihiran anginnya.

Semakin mereka mendekat, semakin mereka menyadari kalau kapal berlayar hijau tak bergerak. Seperti ada dinding yang menghalanginya, tetapi dinding kasat mata. Padahal lima meter maju lagi mereka akan keluar dari portal dan berada di dunia luar.

"Percepat teman-teman. Kalau sampai... kita bisa langsung lompat ke kapal mereka, segera menyelamatkan Nyai Romia," seru Drio tak sabar.

"Jangan gegabah!" tegur Lexan.

"Benar, semuanya harus diperhitungkan baik-baik." Tanra menimpali. "Mereka tak mungkin berhenti cuma-cuma dan lihatlah! Seperti tak ada orang di sana."

Mata semua orang menyipit. Memperhatikan dengan lamat kesebrang sana, semakin mereka dekat semakin mereka menyadari kalau memang sepertinya tak ada siapapun di kapal hijau itu. Lexan sampai melihat teropong berkali-kali hanya untuk memastikan. Tetapi sepi.

"Apakah kapalnya kosong?"

Baru saja kapal ketujuh anak itu mendekat ke kapal hijau itu, tiba-tiba Bastian dengan telinganya yang luar biasa mendengar ada suara dari kiri-kanan.

Dia melihat ke bawah, matanya terbelalak.

"Ada makhluk aneh ingin naik ke kapal kita!"

"Gawat!"

Mereka mendekat. Mendongak ke bawah dan melihat makhluk mirip duyung berwarna hitam dengan telinga yang panjang dan mulut mirip ikan.

"Itu kondo," seru Sanja.

Rupanya para kondo, yang kini terlihat berusaha merangkak naik melewati badan kapal. Sanja menjelaskan bahwa makhluk itu adalah makhluk jadi-jadian. Gabungan antara siren dan komodo. Mereka punya sirip mirip duyung dan punya tangan mirip reptil yang bisa digunakan memanjat naik, wajah mereka mirip siren, tubuh mereka punya sirip seperti komodo, dan telinga mereka tanpa daun.

"Tutup telinga kalian!" tegur Sanja. "Mereka pandai menghipnotis dengan lantunan alat musik."

Semua orang langsung menuruti perintahnya. Si cerdas Tanra langsung menyobek kertas ddari sakunya, membuat bulatan kecil dan menyuruh yang lain mencontohinya.

Sementara Sanja sendiri merogoh sesuatu dari saku. Didapatinya sisik komodo pemberian Inkas.

"Jangan pakai benda berhargamu." Lexan menegur dengan suara beratnya setelah menyumbat telinga. "Mereka sejenis siren, kan?" tanya Lexan.

Sanja mengangguk.

"Bagus, aku tahu cara mengusirnya. Tutup telingamu juga San. Serahkan mereka padaku."

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang