BAB 31

4.6K 872 20
                                    


🌿🌿🌿


Candi Tellu sangat berisik. Tanra mengadakan pesta buah-buahan di ruang tengah sebagai bentuk perayaan atas prestasinya berada di urutan pertama untuk ujian akhir Flora. Sekaligus menunjukkan teknik penyihiran airnya yang membuat Bastian sampai melepehkan teh hijaunya.

Air itu berputar mengudara.

"Wah luar biasa," puji Bastian. "Kau pasti sudah mempelajari buku yang diberikan Encik Mina. Aku sendiri baru baca-baca, kupikir sulit sekali."

"Siapa yang mau semangka?" Tanra mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin bercerita tentang bagaimana ia belajar, tentang pertemuannya dengan Putri Samudra Hindia. Bukan tanpa sebab, sulit membuat mereka percaya. Masuk ke dalam air, tenggelam dan bertemu monster putri air.

"Harusnya kita lebih bersungguh-sungguh. Encik Mina memberi waktu sampai ujian akhir. Fenomena bulan merah," kata Nala meraih potongan semangka dari tangan Tanra. Dia tak ingin mengalihkan pembicaraan.

"Tetapi, Encik Mina juga menyuruh kita fokus dengan pelajaran sekolah, kan? Jadi kita harus pintar-pintar membagi waktu. Pasti ada jalan bagi kita semua untuk tahu cara mengendalikan elemen dari buku itu."

"Betul Ayu. Lagi pun, Encik Mina menjamin kita akan tahu mengendalikan elemen sihir masing-masing," timpal Bastian santai yang telah melahap lima potong semangkanya.

Perbincangan mereka sampai ke telinga Lexan yang terduduk di kamar. Dia satu-satunya yang tak bergabung. Lebih memilih merenungi kehidupannya di masa lalu ketimbang disuruh mengupas semangka.

Mendengar tawa dari ruang tengah membuatnya muak. Lexan tak suka kebahagiaan.

Pria itu mendengar apa yang Tanra katakan, membuatnya penasaran dan meraih buku yang diberikan Encik Mina. Semenjak buku itu diambil, ini kali pertama Lexan membukanya.

Di sampul bukunya terdapat keris mini seukuran jari kelingking yang melekat, warnanya keperakan tanpa judul. Buku ini adalah buku yang paling berat diantara buku yang lain, karena setiap lembarannya terbuat dari logam dan tulisannya diukir.

Gambar sketsa pria memegang keris di halaman pertama buku, dan ada semacam pusaran angin. Lexan bisa menduga kalau pria itu sedang berlatih bersama angin?

Kemudian halaman setelahnya ada keris lagi. halaman kedua, keris lagi. Lexan membuka halaman berikutnya dengan cepat, dan sama. Semuanya ukiran keris. Tak ada yang lain sampai di halaman terakhir terdapat sebuah Keris Omyang Omyang Jimbe. Untuk apa? Lexan tak tahu. Dia meraih keris kecil itu dan memandangnya dengan teliti. Sepertinya benda itu tak asing baginya.

Disimpannya kembali buku dan dikantunginya keris tadi.

Ia membaringkan tubuhnya sembari memandang besi-besi menggelantung di langit-langit. Beberapa saat dalam lamunan masa lalu hingga akhirnya ia terlelap.

Saat Lexan terbangun, ruangan di sekelilingnya telah berubah. Tak ada barang apapun, hanya dinding mengkilap yang terbuat dari emas agak menyilaukan mata. Kemudian Lexan merasa ada sesuatu yang mengganjal di tangannya. Rupanya keris kecil tadi.

Melihat pintu raksasa dihadapan dan sebuah keris di tangan. Hanya ada satu hal yang terpikirkan olehnya untuk dilakukan. Dengan langkah pelan pria itu mendekat, memastikan kalau-kalau ada jebakan yang tiba-tiba menyerang. Tetapi sepertinya aman.

Dimasukkannya keris tadi ke pintu.

Cocok!

Pintu terbuka. Sebuah ruangan besi lain terlihat. Tetapi ini berbeda, ada puluhan senjata di dalamnya. Ada Mandau, Dohong, Talawang, Sipet, Lonjo, Karambit, Ruduih, Piarik, Celurit, Bionet, Badik, Kawali, Tombak, Peda, Pisuwe, Panah, Klewang, Parang salawaku dan Keris.

Semua senjata itu tersimpan rapi di masing-masing lemari kaca tembus pandang khusus. Lexan jalan mendekat, menyentuh salah satu senjata yang paling menarik perhatiannya. Senjata ini bukan untuk menyerang, tetapi hanya untuk bertahan. Tertulis di atasnya "Talawang". Sebuah perisai berbentuk persegi panjang yang dibuat runcing pada bagian atas dan bawahnya. Panjangnya sekitar 1 sampai 2 meter dengan lebar maksimal 50 cm. Sisi tameng ini diberi ukiran khas suku Dayak dimana keseluruhan bidangnya diukir berbentuk topeng. Sementara bagian dalamnya diberi pegangan. Konon, ukiran pada tameng ini mempunyai daya magis yang bisa membangkitkan semangat dan membuat orang yang menyandangnya menjadi kuat. Ukiran Talawang pada umumnya bermotif burung Tanggang yang dianggap suci oleh suku Dayak.

Lexan tersadar dari lamunannya. Ia mendengar suara alat musik dari ruangan sebelah yang tak dikunci. Maka berjalanlah ia ke sumber suara, mengendap-endap, masih memastikan kalau-kalau ada jebakan.

Ruangan ini berbeda dengan ruangan sebelumnya. Ruangannya tidak terbuat dari emas. Melainkan mirip batu pahatan candi di Archipelagos. Di dalam juga ramai, namun bukan berisikan senjata. Melainkan alat musik yang bergerak sendiri memainkan lantunan khas Jawa yang menenangkan. Kemudian nadanya berubah, berganti dengan lantunan khas Papua yang penuh semangat.

Lexan dengan rasa penasarannya mendekat. Dalam ruangan itu ada banyak alat musik tradisional. Ada Katambung, Kacapi, Suling, Salude, Jalapa, Tolindo, Dimba Nggowuna, Tifa, Krombi, Fuu, Bonang, Angklung, Terompet Reog, Pupuik Tanduik dan Genggong.

Alunan berubah. Semua alat musim bergerak. Semakin kencang, semakin berisik dan menegangkan. Lexan memegangi kupingnya. Berjalan mundur dan menabrak sesuatu. Saat ia berbalik, sosok perempuan berambut acakan, dengan pakaian serba hitam menodongnya dengan sebilah pisau panjang.

"Lexie?!"

Lexan mundur selangkah. Tetapi terlambat, kakaknya mengarahkan pisau itu tepat di tenggorokannya.

Deg.

Lexan terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk rupanya. Wajahnya berpeluh keringat. Dia beranjak dari kasurnya, menuju ke westafel yang terbuat dari besi, membasuh wajah dan memandang cermin. Kemudian terduduk kembali, dan mencari-cari Keris Omyang Jimbe semalam. Keris itu masih ada di kantung bajunya. Dan tidak bercahaya.

🌿🌿🌿

DON'T FORGET TO VOTE ARCHIS(◍•ᴗ•◍)💚


Bagi Archis yang mau join grup telegram.

Silahkan join lewat link ini ya

t.me/Archipelagosindonesia

Kalau belum bisa bisa chat pribadi aja

Disana kita bahas banyak soal Archipelagos.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang