BAB 14

9.2K 1.2K 195
                                    


🌿🌿🌿

Keesokan harinya, sudah bukan Sahera yang menjadi pendamping mereka. Melainkan anggota Kanta yang lain. Namanya Udin. Murid tingkatan empat, penyihir udara, Dolok. Pria itu mengetuk candi pagi-pagi sekali, matahari bahkan baru muncul dari peraduannya. Untungnya Sahera sudah memberitahu ketujuh anak itu. Jadi mereka bersiap-siap dari subuh.

Udin datang dengan mengenakan zirah keemasan dengan kain mengkilat serta sarung tenun yang tersisip keris di pinggang, seragam kebanggaan anggota Kanta. Persis seperti yang dipakai Sahera semalam. Ia akan membawa adik bimbingannya ke Terhon atau tempat belajar.

Terhon terdiri dari banyak ruang belajar khusus.

"Jadi hari ini aku akan membawa kalian ke Tirtha. Ruangan untuk belajar Teori Ilmu Sihir Perairan. Kuharap kalian sudah menyiapkan alat tulis, ini hari pertama kalian belajar," kata Udin lugas dan tegas saat mereka sudah tiba di depan Terhon.

Semua mengangguk.

"Kalian akan menikmati ruangan bawah tanah."

"Bangunan ini punya ruang bawah tanah?" tanya Bastian, heran.

"Tentu saja. Pertama kali masuk, rasanya lebih mengejutkan dari istana Disney."

Dengan ragu Bastian mengangguk. Memperhatikan candi itu sekali lagi. Dari luar, bangunan itu hanyalah sebuah candi yang dibangun berundak-undak sampai setinggi empat puluh kaki. Tak ada yang spesial kecuali gambar-gambar yang diukir detail di dinding batu pualam.

Tetapi setelah melewati gerbang yang diatasnya bertulis "Sugeng Rawuh" juga tulisan lotanra yang dibaca "Salama Engka." Mereka terperangah. Lorong gelap yang mereka lewati dengan api obor di kiri-kanan berubah jadi ruangan ringgi besar yang memanjakan mata. Tanaman-tanaman rambat menjalar dengan bunga warna-warni disinari oleh cahaya terang dari ventilasi yang saat mereka mendongak, ribuan kupu-kupu beterbangan di atas.

Di kiri-kanan dinding terpajang tulisan sastra kuno berupa perkamen huruf sansekerta dan huruf lontara. Juga ada gambar-gambar kuno tentang sejarah peradaban Indonesia yang memanjang sepanjang lorong. Sampai mereka tiba di ujung yang bercabang menjadi tiga Lorong. Udin menuntun mereka ke lorong paling kiri yang merupakan tangga menurun ke bawah tanah.

Pemandangan di sekeliling mereka lagi-lagi membuat mereka tercengang. Ikan-ikan, terumbu karang, dan binatang laut lainnya. Ini bukan akuarium. Mereka berada di bawah laut dengan pembatas kaca yang melindungi mereka dari air.

"Teknologi secanggih apa yang bisa membuat bangunan seperti ini. Mustahil," kata Tanra tanpa sadar seraya mengetuk kaca berusaha menyentuh bintang laut merah yang melengket.

Hanya beberapa menit perjalanan, mereka sudah sampai di Tirtha, ruangan untuk mempelajari Teori Ilmu Sihir Perairan. Di dalam ada banyak akuarium kecil bundar. Dimana tiap akuarium diisi oleh jenis air yang berbeda. Dari air biasa, air tanpa zat sampai air keras. Tak hanya itu, ada juga berbagai alat seperti alat mengukur tingkat gelombang air, alat pendeteksi tsunami lautan sampai alat sihir air buatan.

Murid-murid baru yang lain juga sudah berdatangan bersama dengan pendamping mereka, anggota Kanta yang lain.

"Duduklah!" perintah Udin. "Selesai pelajaran aku akan menjemput kalian kembali dan menunjukkan ruangan kalian untuk belajar besok." Pria itu berjalanan menghampiri temannya yang berdiri di pintu. Meninggalkan 7 orang yang sekarang mengambil tempat duduk di meja kristal berbentuk melingkar yang tengahnya ada air mancur kecil.

Bastian si cerewet membuka mulutnya dan langsung bercerita kalau kamarnya tadi pagi hampir kebakaran.

Tanra sang tetangga kamar mengangguk, membenarkan.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang