🌿🌿🌿
Nala dan keenam temannya berjalan melewati jalan dari batu pualam. Di kiri-kanan terlihatlah candi-candi tiap murid. Mereka mendongak, mengamati apa yang tertulis di kepala gerbang tiap candi. Gerbangnya terbuat dari kayu hitam kokoh berukir. Dengan tulisan berwarna putih mengkilap.
Langkah mereka berhenti saat Bastian menyeru tatkala melihat candi bertuliskan : Candi Tellu. Mereka melangkah masuk. Melewati halaman penuh rerumputan. Di sebelah tiap candi ada pohon rindang yang menaungi. Jadi meskipun cuaca sekarang sangatlah terik. Anak-anak itu tetap merasa adem.
Bastian menggoyangkan besi berbentuk kepala garuda di pintu sebanyak tiga kali. Lalu mengusap kepala Garuda itu. Lalu meletakkan kartu tanda pengenalnya di dalam bejana air di bawah besi.
Tak lama pintu berderit terbuka.
Sistemnya telah diatur sedemikian rupa. Setiap kartu tanda pengenal dari setiap murid yang tinggal di dalam candi akan terbaca oleh air. Jadi tak bisa murid candi lain memasuki candi yang salah. Inilah kekuatan sihir.
Suara berderit terdengar. Anak-anak itu memundurkan kakinya selangkah. Pintu terbuka lebar.
Mereka melangkahkan kakinya, memasuki ruangan tengah yang terdiri dari kursi-kursi antic, hiasan-hiasan wayang di dinding dan juga terlihat pintu menuju ke delapan ruangan. Tiga ruangan di sisi kanan dan empat ruangan di sisi kiri sementara pintu besar dihadapan mereka menuju ke ruang makan. Di sudut ruangan ada tangga menuju ke rooftop candi.
Inilah tempat tinggal mereka di Archipelagos pusat. Mereka akan menghabiskan banyak waktu di tempat ini ketimbang rumah mereka di pemukiman. Karena pemukiman jaraknya cukup jauh menuju ke bangunan belajar yang disebut Terhon (berupa candi raksasa setinggi 40 kaki yang di dalamnya terdiri dari ruangan-ruangan belajar).
Ketujuh anak itu mencari ruangan mereka masing-masing. Mudah saja karena nama mereka tertulis di depan kamar. Mereka masuk di dalamnya dan melihat-lihat. Masih kosong. Lalu ditaruhnya barang mereka disana.
"Aku ingin menghiasi kamarku dengan banyak hiasan," ucap Bastian saat ketujuh anak itu kembali berkumpul di ruangan tengah. "Omong-omong aku Bastian. Bastian Tito, salam kenal semua," katanya dengan suara nyaring yang cukup memekakkan telinga.
Nala tertawa kecil. "Kau harusnya tak memperkenalkan diri lagi. Semua orang mengenalmu."
"Oh benarkah? Ah tentu saja."
Ayu menyikut Nala. "Pede sekali dia," bisiknya dengan raut mengernyit.
"Pede? Tentu saja. Hidup ini hanya sekali—Ayu. Kau harus membuat semuanya berwarna, karena kalau tidak, kau akan tenggelam dalam kesedihanmu. Murung adalah hal yang menyedihkan."
Sanja mengalihkan perhatiannya. Bastian melihat seolah dia memang sengaja menyindir perempuan itu. Sementara Ayu dan Nala saling bersitatap, bertanya-tanya kenapa Bastian bisa mendengar pembicaraan mereka.
"Aku Drio," Drio menyahut.
Semua mata tertuju padanya. Pria itu tersenyum menampakkan giginya yang panjang putih-putih. Senyumnya manis. Ia seperti cokelat susu.
Bastian mengangguk. "Aku sudah tahu semua kecuali—" Ia menoleh, menatap Lexan. Mengundang yang lain untuk ikut memperhatikan pria itu juga. "Siapa tadi namamu? Sulit sekali menyebutkannya."
Sulit?
Semua orang terkejut. Apa Bastian ini makhluk dari gua? Atau dia tak punya media sosial?
Dia seperti tak tahu dengan siapa dia berbicara. Namun begitulah adanya. Saking seriusnya berlatih, pria itu sama sekali tak mengikuti dunia entertain negeri ini kecuali olahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
AdventureTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...