BAB 10

8.9K 1.3K 195
                                    

⛰️⛰️⛰️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⛰️⛰️⛰️

Seminggu berlalu, Nala dan semua murid baru berkumpul di Bagan. Bangunan kuno yang semua bagiannya (termasuk atap) terbuat dari batu pualam berukir seperti stadiun bola dengan tujuh kelompok kursi penonton berundak-undak yang mengelilingi yang disebut Uhar. Para murid baru berdiri di tengah-tengah sementara para senior mengelilingi mereka dari atas dengan sorak-sorakan antusias menyambut.

Setelah tujuh hari berkeliling ke pemukiman golongan, hari ini mereka akan tahu golongan mana yang akan mereka masuki. Paduraksa sudah ada di tengah-tengah mereka. Sebuah gapura setinggi empat meter dengan atap penutup, mirip seperti gerbang. Bangunan berat berukir yang terbuat dari batu merah itu sebelumnya diangkut oleh tujuh lembu dengan kekuatan sihir untuk meringankan massanya.

Sistemnya mudah saja. Para murid baru akan disebutkan namanya satu persatu. Kemudian maju ke depan dan melewati Paduraksa itu. Akan muncul nuansa saat mereka berhasil melewatinya. Jika ujung paduraksa itu berapi, terbakar dan menyala-nyala, berarti muridnya akan masuk golongan Agni. Jika muncul air mengalir, maka Wae. Jika ada tanah yang naik dan mengelilingi sekitaran, maka Fangin. Jika muncul hembusan angin, maka Dolok. Jika muncul taman bunga, maka Enau. Jika muncul banyak bayangan binatang mengitari di udara, maka Tanko. Jika terdengar suara besi berdenting hebat, maka Ranang.

(PADURAKSA)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(PADURAKSA)

Encik Mina selaku Wakil Kepala Sekolah 1 menjelaskan semuanya pada anak-anak. Beberapa diantara mereka sudah mengerti karena berasal dari keluarga penyihir, mereka lebih dulu menutup mata menyebut berulang kali golongan yang akan mereka masuki dengan penuh harap.

"Fuji Norman."

Encik Mina menyebutkan sebuah nama.

Anak-anak itu menoleh. Mencari sang pemilik nama. Seorang anak bermata sipit, berkulit putih dengan senyum tipis berjalan ke depan Paduraksa. Tangannya dingin, tubuhnya gemetar, wajahnya terlihat semakin pucat samar tertutupi oleh kulit putihnya.

Fuji menghembuskan napas. Berusaha mengendalikan dirinya. Kakinya melangkah ke tangga pertama. Kedua. Ketiga. Berjalan masuk ke Paduraksa dan keluar di seberangnya.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang