BAB 36

5.2K 819 64
                                    

🌿🌿🌿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌿🌿🌿


Ayu merasa sangat bersalah. semenjak hari dimana dia salah memberi obat. Dia mengurung diri di dalam kamar dengan tanaman-tanaman berserakan di lantai berumput, memaksa diri mencampurkan ramuan-ramuan, menghabiskan seharian penuh membaca buku yang diberikan Encik Flo tentang pengobatan dasar.

Dasar?

Itu membuat Ayu muak dengan dirinya sendiri. Dia terlalu banyak bermain-main dengan terrariumnya sampai lupa waktu karena berpikir ia sudah sangat ahli dalam bidang medis. Ibunya banyak mengajarkannya tentang tanaman obat manjur. Barulah ia sadari kalau ilmu yang ia dapatkan selama ini hanyalah dasar dari segala dasar. Sementara Archipelagos mengajarkan hal-hal luar biasa daripada bagaimana kehidupan di dunia luar dan teknologinya yang malah merusak alam.

Dengan mata yang mulai mengantuk, Ayu melihat jam yang berbentuk bunga kembang sepatu, dengan jarum penujuk jam dari putik, sementara jarum penunjuk menit dari benang sari. Saat kedua jarum jam itu bertemu mereka akan menyemburkan serbuk-serbuk beraroma daisy.

Ditaruhnya buku di meja belajar dari dedaunan yang terhubung dengan kursi berbentuk kelopak bunga setengah terbuka. Buku pemberian Encik Mina mengalihkan perhatiannya sesaat. Dipandanginya buku itu. Ia baru sekali membuka buku itu dengan sekilas saking sibuknya membuat taman dalam kamar dan juga mengurusi terrrariumnya.

Salah satu keunikan dari buku pemberian Encik Mina itu adalah apabila dibuka, mekar bunga di setiap sudutnya. Tetapi isinya tak ada gambar. Hanya tulisan tempo dulu yang sulit dibaca namun Ayu masih bisa mengerti. Dia hanya perlu sedikit teliti, pelan dan fokus memahami.

Di halaman pertama buku tertulis : Hyedoepmoe berboenga-boenga. Maka biarken matamoe dyemanjaken dengan tulyesan agar kau tak busan.

Ayu sudah membaca kalimat itu, pertama kali saat menerima bukunya. Ia sangat tidak suka dengan sesuatu yang datar dan membosankan. Sesekali ia berpikir bagaimana Tanra bisa hidup dengan kehidupannya yang seperti itu, memandang tulisan dengan ribuan kata setiap hari.

Namun Ayu tak bisa menyalahkannya, memang tak seharusnya bertanya tentang kehidupan orang lain. Mengapa mereka suka ini. Mengapa merekas suka itu. Karena di masa lalu, Ayu pun begitu. Ia hidup seperti apa yang ia inginkan. Sayangnya semuanya berubah. Bahkan Ayu yang manis, ceria dan cerewet yang disukai banyak orang punya masa lalu yang kelam.

Karena kekecewaan Ayu atas dirinya sendiri membangkitkan semangatnya untuk membaca buku itu bagaimana pun caranya. Ibaratkan seorang anak sekolah yang dikejar deadline tugas bertumpuk-tumpuk H-1. Begitulah Ayu sekarang, hanya saja ia menuntut dirinya sendiri. Menghasilkan tekanan luar biasa yang menyerang mentalnya.

Dia membaca buku itu dengan penerangan bunga tulip ungu. Salah satu karya Encik Mina terbaik di abad ini yang dia patenkan dan di jual di pasar. Hanya saja, lampu bunga tulip itu tak bisa tumbuh besar, bentuknya akan tetap sama dan mati sebulan kemudian sebelum akhirnya diganti.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang