BAB 25

5.7K 932 22
                                    

🌿🌿🌿

Sore sebelum matahari terbenam burung merpati membawa surat ke Candi Tellu. Bastian menerima suratnya, berlari ke meja dan berhasil membuat semua orang berhenti dengan kesibukannya masing-masing.

"Surat ini dari..." Bastian melihat sudut suratnya. "Encik Mina."

Mata Nala langsung berbinar-binar, merampas surat itu dari tangan Bastian.

Nala membolak-balikkan kertas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nala membolak-balikkan kertas. "Hanya itu?" Ia menoleh memandang yang lain.

Senyap.

Mereka tak tahu ingin berkata apa. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah menunggu pagi. Dan pergi ke perpustakaan. Menerima 'hadiah kecil'.

🌿

Perpustakaan sepi saat ketujuh pemuda itu tiba. Ini masih pagi pukul 6. Hanya murid-murid dari Ekstrakurikuler Taman Baca yang terlihat dengan bertumpuk-tumpuk buku dihadapan. Sisanya ada satu-dua murid tingkatan enam yang sibuk belajar untuk ujian akhir mereka.

"Ada apa?" tanya pak Marang. Pria ramah berkacamata dengan lensa setebal 4 senti yang saat ini sibuk menggaris di buku daftar pinjaman. Rutinitas hariannya.

"Encik Mina menyuruh kami datang kesini Pak."

"Oh kalian...." ucap pak Marang sesaat setelah ia memasang kacamatanya. "Ikut aku."

Pak Marang berjalan cukup pelan. Orang-orang bilang dia adalah manusia paling teliti seantero Archipelagos. Karena hampir menghafal semua keberadaan buku di perpustakaan ini. Dia juga jadi penjaga loker untuk berkas-berkas penting sekolah yang tersembunyi. Ruangan itu terletak di ujung belakang perpustakaan. Tersembunyi dibalik pintu rahasia di belakang lemari untuk buku-buku Sastra Bugis kuno.

Ruangan itu terang, cahaya dari atas ventilasi cukup meneranginya sampai ke sudut-sudut ruangan. Dengan dinding pualam dan atap yang tipis. Pak Marang mencari-cari sesuatu di dalam lemari putih. Ia mengeluarkan sebuah kotak, memasukkan kotak dan mengeluarkan kotak lain sampai menemukan kotak berwarna hijau tua.

"Dapat."

Dia mengeluarkan sebuah kunci dari dalam. Memberikannya pada Nala yang berdiri paling dekat dengannya.

"Nomor dua puluh lima. Kalian bisa masuk mencarinya sendiri karena ini rahasia setiap guru. Aku tak ada urusan. Oh iya, tak perlu khawatir, kurasa lokernya berada di bawah jadi tak perlu mantra terbang untuk mengambilnya," kata pria itu menunjukkan sebuah pintu di sebelah kanan sebelum pergi meninggalkan mereka.

Nala dan yang lainnya berjalan, membuka pintu. Dan betapa takjubnya mereka tatkala melihat loker-loker bertingkat yang berjejer sampai ke langit-langit setinggi dua puluh satu meter.

"Tempat apa ini?" taya Drio takjub.

Ia memperhatikan nomor-nomor yang tertulis di setiap loker.

"Seratus dua... seratus satu..." Ayu berbicara sendiri seraya menunjuk tulisan di setiap loker.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang