BAB 26

5.3K 916 145
                                    

🌿🌿🌿

Murid-murid tingkatan satu terlihat berkerumun melihat papan pengumuman dari fosil daun talas raksasa di bawah tangga spiral. Ayu menggerutu sebal karena pria berbadan besar dari golongan Fangin menginjak kakinya. Suasana semakin riuh tatkala beberapa anak telah melihat hasil ujian mereka.

Ya, hari ini ada pengumuman nilai ujian latihan mata pelajaran Ilmu Sihir Persenjataan.

"Kau sudah melihat hasilmu Bas?" tanya Tanra.

Tangan Bastian bergoyang, melambai mengisyaratkan bahwa ia tidak mendengar apa yang Tanra katakan karena kebisingan. Suasana semakin ricuh, Tanra menerobos diantara manusia yang saling dorong-mendorong. Saat ia tiba di depan, ia mencari-cari namanya diantara 70-an murid lain di sana. Mata pria itu langsung membulat. Namanya ada di urutan ketiga.

Tanra berjalan mundur dengan lesu. Telinganya kembali mendengar normal setelah menjauhi kerumunan.

"Bagaimana Tan. Kau sudah dapat namamu?" tanya Bastian.

Tanra mengangguk, tersenyum tipis dan berjalan pulang.

Bastian menggaruk kepala, memandang temannya itu menghilang di sudut jalan.

Anak-anak di Candi Tellu bersorak-sorak merayakan hasil ujian mereka. Sanja dan Ayu mengeluarkan kue kukus dari alat panggang tanah liat. Membawanya ke tengah-tengah, asapnya masih terlihat, menjalar ke sudut-sudut ruangan membawa aroma pandan yang khas.

"Auuu..."

"Hahaha... masih panas Bas," tegur Nala kepada Bastian yang langsung mencomot kuenya bahkan sebelum kue itu belum ditaruh di meja.

Ayu melepaskan tutup kepala dan celemeknya. "Waktunya makan!"

Anak-anak lain mendekat. Nala membagi kue itu menjadi tujuh potong. Menaruhnya di piring kecil.

"Semoga nilai kita semester depan lebih baik lagi," kata Drio meraih kuenya.

Semua orang mengaminkan.

Masih ada satu piring tersisa.

"Punya siapa ini?" Ayu bertanya memandang semua orang satu persatu. "Oh Lexan."

"Aku disini." Lexan menyahut dengan suara beratnya.

"Kalau begitu...oh Tanra."

"Ya, kemana dia?" tanya Nala mendelik kepada Bastian. "Bukannya dia pergi bersamamu tadi?"

Bastian menggeleng seraya mengunyah kuenya. "Sepertinya mmm dia ppergi kemmperpustakaan ssetalah mmm.... Melihat papan pengummuman."

"Mungkin ada urusan penting," timpal Sanja.

Ayu meraih piring dihadapan mereka. "Kalau begitu aku akan menyimpan kuenya di lemari."

Hari mulai gelap, langit jingga menghiasi angkasa dengan burung-burung pelikan yang membentuk formasi V untuk kembali ke sarang mereka. Tanra menyaksikan pemandangan indah itu di ujung candi utama, tetapi ia tak bisa menikmatinya. Ia bersedih sepanjang hari di sana. Sendirian. Meratapi kekecewaan karena hasil ujian.

Mungkin bagi orang lain itu adalah hal yang biasa. Tetapi bagi Tanra berbeda. Tiga adalah posisi yang buruk. Ia selalu berada di urutan pertama di sekolahnya dulu, untuk semua mata pelajaran dengan hasil sempurna, memenangkan tiap olimpiade dan tak pernah sekalipun jadi runner-up apalagi kalah.

Tetapi tadi? Apa yang dilihatnya seperti mimpi buruk baginya. Memang baru nilai mata pelajaran Ilmu Sihir Persenjataan yang keluar. Justru karena itu, ia semakin takut kalau hasil nilai lainnya lebih buruk.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang