BAB 46

3.8K 751 25
                                    

🌿🌿🌿

"Drio... kau sadar, empat hari baru pulang ke candi, heh?!" tegur Bastian bingung, dengan canting yang masih tergenggam erat di tangannya.

Teman-temannya yang lain pun begitu, memandang Drio dengan wajah kebingungan.

Drio berjalan masuk, mendudukkan tubuhnya.

"Aku dalam masalah."

"Masalah?"

"Ya." Drio meraih gelas, mengisinya dengan sirup markisa buatan Ayu. "Tentang latihan dari Encik Mina, sebelum pertempuran dimulai. Apa kalian tidak menemukan apa pun dari bukunya?"

Keenam pemuda dihadapan Drio bersitatap. mereka yang semula sibuk dengan kegiatan masing-masing sebelum menghampirinya. Sanja yang menjahit, Lexan yang memperbaiki kecapi, Ayu yang menghias tanaman anggrek bulannya, Tanra yang sibuk dengan bukunya berjudul Sawerigading Pria Perkasa, Bastian yang membatik. Juga Nala yang terduduk mengupas biji salak atas perintah Ayu.

"Aku sudah bertemu dengan Putri Samudra Hindia," tukas Tanra. "Maaf tak memberitahu kalian."

Mereka akhirnya membuat pengakuan. Ayu bercerita tentang bagaimana dia dan pohon Hariara serta kisahnya bertemu dengan Tung De Sri, Sanja yang kembali ke masa lalu dan bertemu dengan Inkas serta binatang aneh bernama Lembuswana yang bisa berubah jadi tujuh binatang lain.

Sanja juga menambahkan. "Aku sudah tahu identitas tentang pendiri-pendiri golongan lain. Inkas pendiri golonganku bercerita. Sayangnya aku lupa nama-nama mereka, aku terlalu terpaku dengan binatang-binatang besar dihadapanku. Waktu itu... benar-benar seperti mimpi. Maaf..."

"Tak masalah." Drio tersenyum simpul. "Bagaimana dengan kalian bertiga," tanyanya pada tiga orang yang belum bersuara.

Nala dan Bastian menggeleng.

"Aku sudah," sahut Lexan. Menceritakan perjalanannya pergi ke kota ghaib, Wentira dan bertemu Teren di sana. Dia melanjutkan, "katanya... Berong baru saja ke tempat itu."

"Ke sana?"

"Ya."

"Dan kenapa kau tak bilang?" Nala nyolot. Teman-temannya yang lain juga sama gemasnya. Pria ini terlihat santai saja, padahal itu informasi penting.

"Tidak perlu."

"Heh?!"

Egois sekali dia, pikir Nala juga yang lainnya.

"Kalau kau tanyakan ciri-cirinya pada Teren, kita bisa mencari tahu siapa."

Lexan menggeleng, tatapan tajamnya cukup membuat semua orang bungkam. "Kita tidak boleh mencari tahu... kalau masih ada diantara kita yang belum mendapatkan petunjuk dari buku pemberian Encik Mina. Akan sangat berbahaya kalau waktunya tiba lebih cepat dan kalian belum siap."

Hening.

Lexan benar. Kekuatan mereka belum cukup, masih ada Nala dan Bastian yang belum mendapat petunjuk. Mereka malah bisa saja mengacaukan apa yang direncanakan Encik Mina.

"Jadi... Nala, Bastian. Kabari aku kalau kalau sudah."

Nala mengangguk.

Sementara Bastian tertawa keras.

"Ah... tenang saja, itu masalah kecil kok."

Pria itu berjalan cepat, masuk ke kamarnya.

"Dia benar-benar anak periang," tukas Ayu menggeleng, sebelum kembali menghias bunganya.

Diantara mereka bertujuh, Bastian yang paling tak ambil pusing dengan permintaan Encik Mina. Karena ia percaya setiap hal baik pasti berakhir baik. Maka dia yang paling optimis bisa mengalahkan Sang Pengkhianat.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang