BAB 39

4.6K 869 406
                                    


🌿🌿🌿

Hujan rintik turun ketika Bastian keluar dari candi. Ia berlari-lari kecil, memercikkan air membuat sepatunya yang tanpa tali basah menembus kulit kakinya meski dilapisi kos.

Ia mengitari aula ke belakang. Ke bangunan dengan atap yang memiliki cerobong asap. Tempat yang diisi bahan-bahan makanan, kompor tanpa gas hanya dengan kayu bakar, serta dinding tebal yang terbuat dari batu pualam.

Bastian masuk ke sana melewati pintu setinggi dua meter. Ia memandang berkeliling dan mendapati perempuan bercelemek hitam.

"Oh siswa? Siapa yang kau cari Nak?"

"Mbo Ibe."

Wajah si penanya tadi langsung murung saat menaruh talenannya di atas meja. "Mbo Ibe sedang diinterogasi karena jus buah naga yang ia bikin semalam."

"Kurasa ini bukan salahnya."

"Benar, jadi jangan terlalu khawatir. Ini bukan masalah besar kalau semua anak akan sembuh. Mbo Ibeh juga manusia biasa. Dia mungkin salah meramu. Entahlah, aku mengurus bagian makanan. Malang sekali dia."

Bastian turut iba, ia memasang raut wajah sedih. "Tetapi sebelum jus itu dibuat, tak ada yang masuk ke dapur ini, kan?"

"Banyak." Perempuan bercelemek lain muncul. "Maksudku, dua jam sebelum jam makan kami akan sibuk mengurus dapur. Orang-orang saling bertabrakan. Kami sulit mengenal wajah yang masuk dan keluar bahkan teman sesama koki kami sendiri."

"Terima kasih Bi."

"Sama-sama Nak, tetapi omong-omong kenapa kau bertanya?"

"Ah ti-tidak ada apa-apa. Temanku sedang sakit, aku hanya curiga kalau ada yang sengaja meracuni murid-murid di sini."

Kedua perempuan bercelemek tersenyum.

"Jangan khawatir, kurasa itu tidak akan terjadi."

Dengan kecewa Bastian mengangguk meninggalkan ruangan itu.

Di saat yang bersamaan, di Whurung saat kelas Membatik, Tanra menjelaskan kepada murid lain tentang batik purba yang sudah ada di Nusantara sejak puluh ribuan tahun lalu. Dibuat oleh Phitencrotus Eucaricus dengan media batu dan tanaman khusus yang sudah punah.

"Ini pelajaran yang tak pernah kalian temui di dunia luar. Mereka punya ilmu yang terbatas. Nala, lanjutkan..."

"Nala tidak hadir Encik." Tanra bergumam.

"Kemana dia?"

"Tadi pagi dia kembali ke candi untuk melihat kondisi Ayu. Gara-gara jus buah naga semalam..."

"Alpa." Encik Juria mengambil absen dan mencoret nama Nala. "Padahal sudah tahu ujian akhir sebentar lagi. Perempuan itu selalu bermasalah."

"Sepertimu."

Encik Juria spontan menoleh. Memandang berkeliling mencari sumber suara.

"Siapa yang bilang begitu?"

Lexan yang tangannya terlipat di depan dada mengangkat tangan, menatap Encik Juria dingin.

"Apa maksudmu mengatai Encik seperti itu Lexan. Oh atau Nala pacarmu?"

"Kalau iya. Apa hubungannya dengan Encik?"

Encik Juria berjalan mendekat. "Pria bisa dibutakan oleh cinta. Bahkan berani memaki gurunya seperti itu."

"Saya tidak sedang memaki." Lexan memasang wajah serius. "Ayu sedang sakit, harusnya anda mempertanyakan keadaannya dulu ketimbang mengurusi kenapa Nala tidak hadir hari ini."

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang