🌿🌿🌿
Lala datang ke rumah Nala, pagi-pagi. Diketuknya pintu rumah itu. Berharap sang tuan rumah sudah bangun dan membukanya.Pintu berderit. Nala membukanya lebih lebar ketika tahu tetangganya yang datang. Perempuan itu mengucek matanya. Dirsakannya kepalanya yang masih pening. Dia begadang semalam, sibuk mengerjakan tugasnya dari Engku Bram soal jenis-jenis tanah semalam.
"Ada apa Lala?"
"Pakai pakaianmu sekarang, kita akan ke kawah Tuir."
"Hah?! Kawah Tuir? Apa kau gila?!" Nala memandang sekeliling. "Ini masih subuh."
"Tak usah banyak tanya, cepatlah."
"Tetapi kalau Encik Inem tahu aku ke sana, aku bisa-bisa dikeluarkan dari Archipelagos. Aku tak mau pulang La. Kau tak tahu bagaimana tersiksanya aku tinggal bersama tanteku yang mirip mak lampir itu. Oh..."
"Tak akan dikeluarkan. Ayolah! aku jaminan kau tak akan ditangkap. Lagi pun bagaimana Encik Inem tahu. Ini hari libur dan ia ada di pusat Archipelagos mengurusi banyak urusan administrasi."
"Lain kali saja...."
"Tidak, aku harus ke sana untuk fokus menghafal materi pejaran untuk ujian. Jereta tetanggaku sedang sakit, jadi aku minta tolong kepadamu. Tolong ya..."
Karena merasa tidak enak, Nala dengan ragu meng-iyakan. Perempuan itu masuk ke dalam rumah, berganti pakaian dan menyiram tanaman antigononnya sebelum beranjak bersama Lala menuruni tangga berlapis besi. Masuk melewati Lorong bawah tanah dengan dinding yang masih dingin. Belum lagi Lala jalan seperti kuda, Nala setengah mati menyamakan langkahnya.
Tak lama, mereka melihat cahaya dari api kawah Tuir yang berwarna kebiruan. Langkah mereka semakin cepat. Sampai tibalah mereka di ruangan besar dengan atap berbentuk setengah lingkaran bulat. Dimana di pinggirannya ada sekat-sekat agar orang bisa melihat ke bawah. Api biru menyala mendidih di bawah sana.
"Akhirnya," kata Lala, merenggangkan badan.
Sementara Nala takjub memandangi sekitar. Api biru menyala menyinari langit terpantul seperti galaksi berwarna kebiruan. Suasana yang menenangkan yang tak pernah dirasakan Nala sebelumnya. Tidak buruk. Ia mulai menyukai tempat ini.
"Ini tempat yang tenang untuk belajar," kata Lala sembari merogoh saku mantelnya. Matanya membulat. Barang yang ia cari tak ditemukan.
Dirogohnya sekali lagi.
Tak ada.
"Gawat!"
"Ada apa?"
"Kertas hafalanku hilang."
"Coba cari di saku sekali lagi."
"Tidak ada Nal." Lala menepuk jidat, resah. Ia malas menulis catatan kembali. "Padahal kertas itu masih ada sebelum berangkat."
"Mungkin jatuh di lorong gua."
"Ah benar. Aku akan mencarinya, tunggu di sini."
Nala menggeleng. Ia akan mengingat Lala sebagai sosok pelupa dan gegabah.
Sembari menunggu, Nala berjalan ke tepian, memegang pembatas dan melongok ke bawah. Terlihat lava biru dengan gelembung panas yang naik seperti didihan air rebusan minyak. Itu membuatnya bernostalgia saat papanya mengajaknya ke gunung Bromo tujuh tahun silam. Di gunung itu dia kebanyakan melihat kawah abu ketimbang lava merah, dan sekarang dia melihat lava biru secara langsung.
Tetapi aneh, kenapa api biru itu semakin lama menghitam dan gelembungnya semakin lama semakin naik. Nala mundur, beberapa Langkah. Memastikan dirinya aman. Tetapi gelempung itu sudah melewati pagar pembatas dan membentuk kepala naga.
![](https://img.wattpad.com/cover/221845879-288-k187236.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
AdventureTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...