BAB 52

4.3K 812 20
                                    


🌿🌿🌿

Murid-murid dengan segala persiapan ujiannya memenuhi gerbang masuk Terhon. Batik-batik yang beragam menyatu, berlarian dan gusar. Ujian praktik akhir adalah hal yang penting daripada hanya sekedar ujian tulis biasa.

Saat anak-anak lain fokus dengan ujian praktik mereka, Nala dan anak-anak Candi Tellu yang lain malah harus bersiap-siap untuk pertempuran besar. Latihan demi latihan telah mereka jalani. Ayu yang telah berhasil mempelajari ramuan tanaman untuk obat-obatan, sihir makanan tanaman dan perlindungan diri. Sanja yang sudah mengendalikan binatang jenis serangga, burung dan ikan, selain itu dia juga bisa menjinakkan binatang-binatang buas dengan kekuatan sihirnya, walaupun belum bisa mengendalikan mereka. Lexan dengan pedangnya, dia sudah sangat mahir untuk menyerang membelah benda sekecil kerikil yang dilemparkan padanya, menebas apapun dalam sekali kedipan, dan mengeluarkan mantra agar pedangnya lebih tajam serta mantra yang membuat tubuhnya sedikit lebih gesit. Kemudian Drio yang sudah bisa menghancurkan bebatuan dari jauh dan membuat tameng raksasa dari tanah dengan sihir tanahnya. Berikutnya penyihiran udara luar biasa dari Bastian dengan menyerang jarak jauh begitupun dengan penyerangan. Tanra dengan sihir airnya. Serta terakhir Nala, yang hanya dalam beberapa jam saja setelah berlatih dengan ibunya sudah bisa mengeluarkan sihir api hanya dengan energi panas di sekitaran. Mereka mendapatkan kekuatan lebih daripada apa yang mereka duga.

Maka ujian praktek bukan lagi masalah besar bagi ketujuh anak itu. Lagi pula, ujian praktek untuk murid tingkatan satu hanyalah elemen dasar. Anak-anak Candi Tellu saling mengajarkan satu sama lain. Kemarin.

Namun meski mereka sudah berlatih dan tahu banyak hal, mereka tetap cemas. Bagaimana tidak, mengetahui bahwa Sang Pengkhianat atau Berong punya kekuatan yang luar biasa cukup mengusik benak. Kekuatan manusia itu pernah setara dengan tujuh pendiri golongan yang diceritakan, saking luar biasa hebatnya. Sementara status ketujuh anak itu, hanyalah anak tingkat pertama.

"Kurasa kita harus mundur," kata Ayu penuh keraguan, menaiki tangga yang terhubung ke Bagan. "Secara teori kita akan sulit mengalahkannya."

"Tak ada teori lagi Ay," gerung Nala. "Sudah bukan saatnya berpikir untuk mundur. Apapun yang terjadi kita harus mengalahkannya."

Semua orang setuju dengan apa yang Nala katakan. Mereka telah berusaha mati-matian, demi untuk ini. Kalau mundur rasanya sudah sangat terlambat.

"Kuharap Encik Mina datang membantu kita," timpal Sanja.

"Semoga saja. Tetapi kalau tidak, setidaknya ada Nyai Romia," harap Nala. Terakhir kali sebelum mereka berpisah, bergabung bersama teman segolongannya masing-masing.

Suara di Bagan sangat berisik. Dipenuhi rintihan kegugupan para murid dengan ujian praktik.

Barulah mereka berhenti mengoceh saat Nyai Romia tampil dengan kebaya berwarna hijau dan rambut disanggul. Penampilannya masih seperti biasa, dengan pembawaan bicara yang anggun, lantang dan sesekali terbatuk.

"... Sebagai kepala sekolah sihir, saya ingin menyampaikan bahwa jika sesuatu hal yang buruk terjadi, kalian harus datang ke Terhon atau Bagan. Perlindungan selalu ada di sini. Paham?"

Semua murid menyahut lesu. Pikiran mereka dipenuhi kekhawatiran tentang ujian praktik akhir. Kecuali Nala dan enam anak lainnya. Mereka tahu apa yang Nyai Romia katakan tentang berlindung di Terhon. Tak lama lagi, momen mengerikan itu akan terjadi.

"Baiklah, kalau begitu dengan resmi kubuka ujian praktik semester ini..."

Gamelan berbunyi disusul tepuk tangan hadirin sekaligus menjadi pertanda kalau mereka sebentar lagi akan berhadapan dengan guru-guru di tiap pos untuk tes. Orang-orang membubarkan diri dan Nala mengejar Nyai Romia, menerobos kerumunan-kerumunan.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang