🌿🌿🌿
Hari ini ada kelas membatik. Murid-murid menyusuri lantai pualam ke barat Terhon. Mata mereka dimanjakan oleh ukiran batik yang menghiasi dinding sampai ke ruangan. Di Wurung, mereka melihat banyak baju yang menggelantung. Seragam batik murid-murid dari zaman dulu sampai sekarang tersimpan rapi dalam lemari kaca. Canting-canting dan media gambar dari kain putih berjejer rapi melingkar.
Perempuan tua dengan rambut dikonde, dagu lancip serta alis tanpa bulu yang dilukis menatap mereka tajam. Encik Juria.
"Kalian bawa canting sendiri, kan?"
Semua murid mengangguk.
"Bagus. Duduklah," katanya seraya membuka tirai putih di tengah-tengah semua orang,
Terlihatlah batik yang motifnya berupa bulatan mirip bunga lotus yang ditata rapi secara geometris.
"Ini adalah salah satu motif batik tertua di Indonesia." Encik Juria melanjutkan. "Ada yang bisa jelaskan?"
Tanra dan Vivi, perempuan berambut ekor kuda di seberang sana mengangkat tangannya.
"Ya, kau." Encik Juria mengabaikan Tanra.
Vivi bangkit, menunduk, menjawab dengan malu-malu.
"Itu adalah batik motif kawung. Salah satu motif batik tertua di Indonesia yang bentuk bulatannya terinspirasi dari buah kawung. Kadang, motif ini juga ditafsirkan sebagai gambar bunga lotus dengan empat lembar bunga yang merekah. Lotus sendiri melambangkan umur panjang dan kesucian."
"Penjelasan yang bagus. Jadi hari ini kita akan coba membuatnya."
Encik Juria memberikan mereka contoh. Tangannya yang lihai bergerak memainkan canting dengan entengnya. Membentuk satu demi satu kelopak. Kurang dari sepuluh menit selesai.
Semua murid bertepuk tangan.
"Nah, sekarang giliran kalian."
Mereka mengangguk, dengan tak sabaran mengeluarkan canting mereka dan mulai melukis. Mudah sekali rasanya melihat Encik Juria membatik. Tetapi faktanya tak seperti itu, beberapa murid setelah ini akan menggambar batang cokelat ketimbang motif kawung. Sebagian yang lain merusak karya mereka dengan air, membuat lukisannya luntur seperti becekan jalan.
Nala sedikit kesal. Ia terbengong sesaat. Sebelum matanya melihat Encik Juria.
Kenapa dia?
Kebingungan menghampiri Nala karena Encik Juria terus memadangnya dengan sinis. Hanya dia seorang. Tanpa senyum dengan bibir melengkung. Nala mengalihkan pandangan ke kanvasnya dan berpura-pura fokus. Lalu ke Encik Juria lagi. Tatapannya masih sama. Sampai akhirnya Nala berpikir Encik Juria memang seperti itu. Lagi pun ini pertemuan pertama. Atau memang wajahnya seperti itu.
Tetapi bukankah anak-anak di aula mengatakan ia baik?
Bukannya minggu lalu teman setingkatannya bilang kalau pelajaran membatik menyenangkan?
Kenapa jadi menegangkan seperti ini.
Nala berusaha fokus kembali. Mengabaikan Encik Juria. Mungkin dia sedag tidak mood hari ini. Makanya seperti itu. Alih-alih memikirkan Encik Juria, Nala teringat dengan naga itu. Lagi.
Kelas membatik berlalu. Ayu menggerutu di perjalanan menuju ke Aula, baginya tinggal berlama-lama di Wurung rasanya sangat membosankan. Terlalu banyak batik, motif yang membuat kepala pening. Padahal sebenarnya perempuan itu hanya kesal karena batiknya hancur. Terlebih saat Encik Juria menyampaikan kepada mereka kalau batik kawung adalah batik dasar. Itu berarti mereka akan berhadapan dengan motif-motif batik yang lebih sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
AventureTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...