BAB 20

6.1K 1K 33
                                    

🌿🌿🌿

Salah satu hal yang paling dibenci murid-murid di ruangan belajar Perapian adalah bau ruangannya yang mirip ban dibakar dengan sedikit campuran amoniak. Bahkan saat baru pertama kali masuk, empat murid memuntahkan sarapan paginya di lantai. Untung saja, Encik Inem sudah menyiapkan alat pembersih lantai khusus yang ia pesan di pasar.

Materi hari ini adalah jenis-jenis lava dan gunung merapi tersembunyi di Nusantara. Satu-dua anak terlihat mengantuk karena materi yang diterangkan saja tanpa adanya praktik memang mengundang kantuk.

"Semester depan aku akan membawa kalian melihat kawah Tuir langsung dengan lebih dekat lagi ketimbang saat tes penentuan golongan. Nah jadi apa ada pertanyaan?"

Nala mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Encik Inem mempersilahkannya.

"Aku pernah mendengar soal api hitam. Sebenarnya maksud dari api hitam itu apa sih Encik?"

Encik Inem menenggak saliva.

Ia berjalan mondar-mandir hamper tiga kali sebelum menolehkan wajahnya pada Nala.

"Api hitam berarti pertanda buruk."

Semua orang saling bersitatap. Mereka spontan mengingat kejadian di malam tahun baru itu.

"Jadi api pada saat tahun baru itu—"

Perempuan berkacamata bulat berhenti bicara.

"Ya. Kurasa isu mulai tersebar hahaha.... Tetapi ingat anak-anak, tidak semua api hitam pertanda buruk. Kadang kala api hitam juga muncul karena orang salah memasukkan kayu ke dalam. Ada empat jenis kayu yang bisa menghasilkan api berwarna hitam. Jadi tak perlu berpikir yang aneh-aneh."

Semua murid mengangguk-angguk seolah membenarkan apa yang Encik Iem katakana. Mereka menghela napas lega, kembali bersikap normal. Kecuali Nala yang masih ragu, rasanya untuk acara sebesar itu tidak masuk akal jika ada yang salah memasukkan kayu.

"Kalian tahu, ada yang lebih mengerikan dari api hitam," gumam Encik Inem mengalihkan mereka semakin jauh agar tidak berpikiran buruk. "Lava miramin, lava yang keluar dari api ini lebih hitam dan panas. Warnanya bahkan sampai keputihan saking panasnya."

Encik Inem lanjut membahas tentang tingkatan panas api sesuai dengan warnanya.

Semua murid fokus mendengar itu, kecuali Nala yang tenggelam dalam pikirannya.

🌿

Archipelagos sangat berbeda dengan dunia luar dan hiruk-pikuknya. Tempat ini sangat damai dan tenang, ditambah lagi pemandangan yang dibuat seperti miniatur Nusantara membuat murid-murid nyaman dan semakin penasaran melihat-lihat sampai ke tiap-tiap sudutnya.

Salah satu cara mereka bisa menikmati setiap tempat-tempat di Archipelagos adalah saat jam pelajaran Fauna. Engku Taroi tak suka mengajari muridnya di dalam ruang kelas dengan teori. Jadi dia membawa para murid berkeliling ke tempat-tempat mengunjungi binatang secara langsung di penangkaran binatang di tiap pemukiman.

"Mengajar hanya dengan teori sangat membosankan," katanya sok asik. Saat mereka berjalan ke arah barat mengunjungi penangkaran ikan Wae yang dikelilingi hutan bakau yang membatasi antara kolam alami air tawar dan air asin laut.

Hari ini mereka belajar memahami kehidupan pesut. Pesut adalah jenis binatang mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang berstatus terancam. Pesut banyak ditemukan di perairan sungai Mahakam. Namun karena kepunahannya, Archipelagos mengamankan binatang itu dan membuat tempat khusus yang diisi dengan air asin. Bukan hanya sekedar mengamankan, mereka juga melakukan proses perkawinan silang dengan lumba-lumba putih hingga menghasilkan pesut yang sehat, tahan sakit dengan kulit mengkilap. Di dunia sihir, pesut dikenal sebagai binatang yang suka menolong.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang