🌿🌿🌿
Matahari pagi muncul dari Timur. Ayam telah lama berkokok. Tanra bangkit dengan kantung mata yang terlihat jelas. Dari tadi malam sampai saat ini dia belum tidur juga.
Suasana masih pagi, tetapi suara berisik di dalam Candi Tellu mulai terdengar. Bastian menarik rambut Ayu tanpa sebab membuat Ayu berteriak melengking seperti suara bekantan yang melahirkan.
"Sialan kau Bas," serapah Ayu, melemparinya tutup panci.
Bastian menghindar. Mengeluarkan lidahnya. Dia berjalan mundur dan terkejut, tak sengaja menabrak Tanra yang terhuyung-huyung.
"M-maaf Tan, aku tak sengaja." Bastian tersenyum kikuk, sementara Tanra mengabaikannya dengan wajah penuh kelelahan.
"Kau sudah makan semalam?" tanya Drio "Ay, keluarkan kue kukusnya."
"Dia sudah memakannya."
"Benarkah?"
"Ya, aku menemaninya makan."
Bastian tertawa tertahan. Tanra menghilang dari pandangannya. Dia sudah bersiap-siap berangkat ke Terhon sementara yang lain belum juga mandi.
"Pukul berapa sih sekarang?"
"Enam," sahut Drio.
"Dia mau ngapain ke Terhon pagi-pagi begini?"
"Mau memukul pala kau!" Ayu mengayunkan penutup pancinya. Bastian mengerang kesakitan, mengelus kepalanya.
🌿
Tanra jadi pembaca pertama di perpustakaan saat pak Marang baru saja membuka pintu dengan bangunan yang depannya terdapat ukiran padi yang bawahnya bertuliskan "Ngelmu Pari Saya Isi Saya Tumingkul" dalam bahasa Jawa yang artinya Ilmu padi makin berisi makin merunduk.
Sebenarnya, perpustakaan tak pernah dikunci, meski setiap jam pulang pak Marang menutup pintunya.
"Kau ingin mengembalikan buku?" tanya pak Marang.
Tanra mengangguk. Menyodorkan buku bersampul hijau tua, buku tentang tanaman-tanaman purba.
"Kalau tiga buku itu?" tanya pak Marang melihat buku yang masih ada di genggaman Tanra.
"Tidak pak. Dua buku ini masih ingin kubaca. Kalau yang satu, punyaku sendiri."
"Hmm... okelah kalau begitu, selamat membaca Tanra."
Tanra meninggalkan meja daftar pinjaman. Ia langsung berjalan ke lantai dua dan menyadari kalau pak Marang baru saja menyebut namanya. Karena terlalu sering ke perpustakaan, Tanra jadi salah satu orang yang pak Marang ingat diantara 400-an murid Archipelagos.
Di rak buku kuno, Tanra mencari buku yang ia cari. Masih tentang Putri Samudra Hindia. Hampir dua puluh menit dan hasilnya nihil. Dia berpindah ke rak berikutnya. Tetap sama. Tak ada satu pun buku yang membahas Putri Samudra Hindia. Kebanyakan berisi buku tentang kehidupan masyarakat Indonesia di zaman Prasejarah dan rahasia yang tak terungkap di baliknya, buku-buku tentang binatang-binatang kuno yang dianggap punah namun masih hidup, tanaman-tanaman purba mujarab Indonesia yang kini hanya tumbuh di Archipelagos, buku-buku tentang makhluk mitologi, cerita-cerita rakyat macam keong mas, tangkuban perahu, timun mas, ikan mas, malin kundang dan di rak terakhir yang Tanra kunjungi, kumpulan buku-buku tentang sejarah Archipelagos sepanjang masa.
Tanra meraih sebuah buku dan mengabaikan tujuannya sejenak.
Buku itu berjudul: Pendiri Golongan Wae, Perempuan Albino Bermata Biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
AventuraTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...