🌿🌿🌿
Bastian bangun amat pagi, merenggankan badan lantas menguap seperti anakan kuda nil. Ia membuka pintunya dan mengamati ruang tengah yang kosong. Tetapi aroma kopi luwak yang khas tercium dari dapur menarik perhatiannya. Pria itu mendekat.
"Tanra?!"
"Hai Bastian. Bagaimana kabarmu, tidur nyenyak semalam?"
"Ya, tetapi... harusnya aku yang bertanya seperti itu."
Ekspresi Bastian menunjukkan kalau ia cemas. Kantung mata Tanra benar-benar hitam. Pria itu tak pernah tidur selama dua hari.
"Kau harus mengompres matamu, jangan lupa kalau hari ini ada ujian latihan Ilmu Sihir Perapian."
"Tidak, tentu saja." Tanra menyeduh kopi dari teko ke dalam gelasnya. Lalu mengambil segelas lagi. "Kau juga harus minum kopi buatanku." Pria itu menaruh dua gelas tadi ke atas nampan dan berjalan menuju ke ruang tengah.
Bastian mengikutinya dari belakang sambil menggaruk kepalanya. "Apa yang terjadi padanya? Apa dia gila?" Diperhatikannya Tanra yang tersenyum sumringah.
"Duduklah, kau mau terus berdiri di situ."
Bastian duduk. Masih terus memperhatikan Tanra, dan lebih lamat. "Kau baik-baik saja, kan?"
"Astaganaga Bastian Tito. Kau tak lihat aku baik-baik saja? Lihatlah aku!"
Bastian mengernyit, wajahnya penuh keraguan.
"TOLOONG!"
Teriakannya menarik temannya yang lain keluar dari kamar mereka.
"Ada apa sih, pagi-pagi sudah nyari ribut.... Bagoosss." Ayu mengucek matanya, dia terlihat emosi dengan wajah agak bengkak dan rambut mengembang. Perempuan itu terbangun semalam sejam setelah Tanra pergi dan tidur pukul tiga dini hari. Dia belajar serius di kamarnya tentang ilmu-ilmu tanah. Dia tak benci-benci amat pelajaran itu, hanya saja ruang belajarnya yang mirip sarang tikus tanah membuat Ayu tak fokus belajar.
"Kau juga. Lihatlah wajahmu dan Tanra, kalian berdua serasi. Mirip pasangan beruang—ah tidak, gorilla sungai amazon. Kalian membuatku takut."
Emosi Ayu membuncah. Ia mencari-cari benda yang bagus digunakan untuk memukul. Didapatinya bantal guling di kursi. Dipukulnya bantal itu berkali-kali ke kepala Bastian, membuat Bastian menahannya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tanra tertawa-tawa. Memegangi perutnya sementara temannya yang lain memandanginya kebingungan. Jelas, pria itu tak pernah seperti ini sebelumnya.
Kenapa dia bahagia sekali?
Pertanyaan itu tak terjawab sampai ujian Ilmu Sihir Perapian. Tetapi mereka senang bisa melihat Tanra jadi lebih baik.
Murid-murid menjawab soal dengan dikelilingi bara api dengan besi-besi runcing sebagai pembatas. Kursi-kursi mereka terbuat dari logam aluminium yang menyatu dengan meja. Kaki-kaki mereka punya tempat khusus membuatnya tak bergerak bebas.
Anak-anak mengerjakan semuanya dengan tenang karena Encik Inem yang mengawasi mereka. Guru tergalak dari semua guru. Ia punya sorot mata yang tajam dengan bibir tipis yang jarang tersenyum.
"Ujiannya cukup sulit. Kurasa aku akan mengulang," keluh Bastian saat jam makan siang. Tetapi tak ada yang memperhatikannya, dia terabaikan oleh tingkah Tanra yang menghabiskan tiga porsi gado-gado.
Piring terakhirnya habis tak bersisa. Diraihnya jus jeruk dan ditenggaknya habis.
Semuanya senang dengan apa yang terjadi padanya. Tetapi agak sedikit khawatir. Bagaimana tidak, pria yang kemarin-kemarin merenung langsung berubah jadi pria manis yang menyenangkan, dalam sehari. Mencurigakan.
"Aku ingin ambil jus alpukat. Ada yang mau?" tanya Tanra memandang wajah temannya satu persatu. "Lexan, kurasa kau mau."
Alis Lexan langsung menyatu. Dia baru mau menolak, tetapi Tanra sudah meninggalkan mereka.
"Dia benar-benar gila." Nala berujar. Sebelum fokus pada makanannya, begitu pun yang lain. Sebentar lagi mereka butuh energi untuk melihat hasil Ujian Latihan Flora.
Anak-anak tingkatan satu berkerumun di depan papan pengumuman selepas makan. Jam dinding menujunkan pukul 13.00. Dengan cepat papan pengumuman berputar, berganti dengan papan pengumuman baru. Semua murid langsung mencari nama mereka. kericuhan terjadi.
"Kau bisa lihat nilaiku Drio?" tanya Tanra yang suaranya hampir tenggelam dalam bisingnya murid-murid lain.
Drio punya tubuh besar. Ia termasuk berdiri paling depan, tubuhnya bisa menggeser siapa pun kalau ia mau. Tetapi, Drio pria baik dia tidak akan mungkin melakukannya.
"Tan, kkau dapat....auu siapa yang menginjak kakiku?"
"Hehe maaf," gumam perempuan berambut pirang hijau tua kepadanya.
Karena tak sabaran, Tanra memutuskan maju sendiri. Ia melewati berusaha bertahan, mencari tempat agar ia bisa melangkah mendekat. Dia sudah di depan papan. Tangannya menunjuk-nunjuk. Namanya belum ada sampai nomor sepuluh. Jarinya yang menujuk diangkat lebih tinggi lagi. Masuk tiga besar, dua dan—satu. Namanya ada di sana. Ya, dia di urutan pertama untuk mata pelajaran Flora.
Betapa senangnya anak itu, saat dia sudah siap apapun hasilnya, dia malah mendapatkan apa yang ia impikan.
🌿🌿🌿
DON'T FORGET TO VOTE ARCHIS(◍•ᴗ•◍)💚
Bagi Archis yang mau join grup telegram.
Silahkan join lewat link ini ya
t.me/Archipelagosindonesia
Kalau belum bisa bisa chat pribadi aja
Disana kita bahas banyak soal Archipelagos.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
ПриключенияTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...