🌿🌿🌿
Ayu sangat antusias pagi ini. Dia menjadi dirinya sendiri yang beradaptasi. Tak memaksakan ekspektasi orang lain, tetapi itu bukan berarti ia tidak mengajak Nala dan Sanja untuk bercanda lagi. Dia juga masih tetap cerewet. Bahkan menghibur kedua temannya dengan cerita kalau tadi Bastian terpleset di dapur karena kulit pisang yang ia buang di lantai sendiri.
Ayu menyadari satu hal. Menjadi diri sendiri bukan hal yang harusnya dicari-cari dan bukan hal tetap yang dibawa sejak lahir. Manusia kadangkala berubah, tetapi dia tetap jadi dirinya sendiri. Menjadi diri sendiri adalah ketika kau tidak berpikir lagi dan membohongi diri tentang bagaimana sikapmu menghadapi dunia. Semuanya lepas.
"Sudah kubilang padanya berapa kali untuk berhenti membuang sampah sembarang. Hahaha..."
Tawa mereka bergema, sebelum memasuki gerbang Terhon dan menyapa Encik Besse yang baru saja selesai mengurusi binatang lautnya. Rencananya dia ingin memasang akuarium berisi ikan-ikan kecil yang terhubung dengan gua akuarium bawah laut miliknya.
"Bukankah ini berlebihan. Terhon sudah terlalu banyak hiasan, kalau di kota kita ada sekolah macam ini... mungkin SPP-nya bisa 1 milyar per bulan," ujar Drio setelah memastikan Encik Inem tak berada di jangkauan mereka lagi.
Nala tertawa kecil, menutupi mulutnya. "Aku mau tertawa, tetapi waktu kecil aku homeschooling Drio."
"Ah benarkah? M-maaf. Kalau boleh tahu kenapa homeschooling?"
"Karena... panjang cerita."
Ayu menimpali. "Banyak kok teman kita yang homeschooling di dunia luar."
Sementara Sanja membuat pembicaraan kembali ke hiasan. "Tetapi tidak masalah kalau hiasannya banyak. Apalagi binatang. Aku ingin sekali melihatt ikan berenang setelah semester berakhir. Tak masalah memeihara mereka kalau kesejahteraan hidup mereka aman."
Mendengar kata 'kesejahteraan hidup' membuat mereka tertawa kecil. Sudah terdengar seperti memakmurkan manusia.
Pagi ini mereka bertiga ingin pergi ke ruangan Encik Flo. Karena Ayu ingin belajar tentang ramuan pengembalian ingatan terlupa untuk praktik ujian akhirnya. Karena terlalu merasa hebat, dia sampai menganggap remeh setiap materi dan akhirnya tanpa sadar ia sudah jauh tertinggal bahkan dari teman-temannya yang golongan lain. Dia harus memulai semuanya dari awal.
Ruangan Encik Flo masih seperti biasa, wewangian ini rasanya seperti masuk di bagian rak deterjen di minimarket, hanya bedanya mungkin seperti semua deterjen itu dibuka bungkusnya. Lalu disiram air.
"Encik Flo, maaf mengganggu," ucap Ayu gugup. "A-aku ingin belajar."
Encik Flo menoleh, memegangi gembornya sembari menunduk dengan napas terengah. "Kalau begitu bantulah aku menanam ini, supaya semuanya cepat selesai.."
"Loh bukannya ada alat penanam khusus?" Nala bertanya. "Kenapa Encik mesti capek-capek?"
"As-ta-ga... Nal, berhentilah bertanya. Bunga-bunga ini berbeda dengan bunga lain. Mereka harus ditanam dengan penuh cinta. Jadi, ayolah." Ia menunjuk semua bibit tanaman di belakangnya.
Anggrek bulan, yang bercahaya saat bulan purnama.
Media tanamnya terbuat dari pasir kecil dari arang, bukan tanah. Dan ditanam dalam sebuah tempat khusus memanjang yang berada di antara tanaman menjalar dan pepohonan kecil berdaun keunguan.
Encik Flo merasa diuntungkan karena keberadaan murid-muridnya itu. Waktu menanam memakan waktu lebih cepat dari yang diperkirakan. Ia bisa duduk dengan tenang, menikmati segelas jus salak segar. Sebelum akhirnya mereka berhadapan dengan ramuan-ramuan di meja besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
AdventureTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...