BAB 30

5K 845 93
                                    

🌿🌿🌿

Suatu pagi yang mendung di hari minggu. Murid-murid Ranang tingkatan satu dan dua berkumpul di balai mereka.

Ranang adalah golongan yang berbeda dengan golongan lain. Pemukimannya berada di bawah tanah, berdindingkan batuan pualam bergambarkan lukisan yang berisi kehidupan manusia di zaman prasejarah. Ada banyak telapak tangan, gambar kerbau, rerumputan, binatang dan tanaman lain. Serta kumpulan lukisan manusia yang berbaris. Konon katanya lukisan itu terhubung dengan peninggalan gua di taman pasejarah Leang Leang yang terletak di Sulawesi Selatan. Diperkirakan berumur 3.000 hingga 8.000 tahun yang lalu.

Ranang juga merupakan satu-satunya pemukiman golongan yang berada di pusat Archipelagos. Berada di belakang candi pusat, sebuah pintu rahasia dengan tangga yang kokoh nan megah dengan patung keris raksasa di gerbangnya. Lalu masuk ke dalam tanah melewati tangga dari batuan pualam.

Tak ada yang menarik dari pemukiman mereka. Murid-murid tinggal di rumah-rumah berdinding batu berukir di dalam tanah. Tetapi ini berbeda dengan ruangan untuk belajar Ilmu Sihir Pertanahan. Di sini rapi dan bersih dengan cahaya obor abadi yang menyala sepanjang waktu.

"Kalian siap?" teriak Borgan, ketua golongan itu. Dia pria yang keras, kumisnya tebal yang menyatu dengan janggut tipis.

Murid-murid tingkatan satu menyahut. Berbaris rapi dengan baju besi mereka.

"Baiklah, hari ini kita akan melakukan duel seperti biasa. Sebelum naik ke tingkatan dua nanti kalian harus mencoba duel ini paling tidak sekali. Karena tingkatan dua akan penuh dengan latihan semacam ini. Paham?!"

"Paham!"

"Bagus. Kita coba duel pertama..." Borgan menatap berkeliling, senyumnya yang semula tipis jadi mengembang. "Anggun dan Lexan."

Lexan sedikit terkejut. Bukan karena ditunjuk, tetapi karena dia harus melawan seorang perempuan. Padahal ada Agung atau Aditya yang lebih sepadan dengannya. Dia dan kedua pria itu dijuluki tiga tonggak besi. Mereka sudah terkenal semenjak hari pertama latihan dan menunjukkan kekuatan putar pedang delapannya. Dia bisa memutarka tubuh sampai delapan kali seraya memegang pedang dengan sekali napas. Sementara Aditya yang bisa duduk di atas tongkat, keseimbangan tubuhnya luar biasa. Dan tentu saja Lexan dengan rupawannya, golongan Ranang seperti mendapatkan berlian langka. Tetapi jelas bukan itu yang membuatnya dijuluki tonggak besi. Melainkan karena saat hari pertama Latihan, dia bisa mengalahkan empat orang sekaligus.

Anggun dengan penuh gairah meraih celurit. Dia jalan ke tengah lebih dulu. Sementara Lexan memilih benda yang bagus. Bukan bagus untuk menyerang, tetapi bagus agar Anggun tak terluka. Sebuah tongkat biasa sepanjang satu meter.

"Baiklah, mulai!"

Suara Borgan yang bergema membuat Anggun langsung menyerang membabi buta, dia berharap bisa menang dan menunjukkan kepada semua orang kalau ia bisa. Sementara Lexan terus bertahan, menangkis tiap serangan, memundurkan kaki. Tubuhnya yang tinggi sangat mudah mengamati gerak-gerik perempuan bertubuh pendek itu. Belum lagi, serangan Anggun hanya menang di kecepatan, tak ada dorongan senjata sama sekali. Maka kalau Lexan mau, ia bisa menyerang Anggun kapanpun dan menyingkirkan perempuan itu dengan mudahnya.

Lima belas menit berlalu, duel itu masih berlangsung. Lexan yang bertahan dan Anggun dengan peluh keringat menyerang. Berharap-harap ada celah dimana lawannya lengah, Namun nihil, ia semakin kekurangan energi, hingga dua menit kemudian tumbang. Kedua lututnya bersandar di lantai besi yang dingin. Mendongak sambil terengah-engah menatap Lexan yang melihatnya khawatir.

"Kau baik-baik saja?" tanya Lexan.

Perempuan itu menyisiri rambut dengan tangannya dan tiba-tiba kepala Lexan pening. Ia membayangkan sesuatu.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang