🌊🌊🌊Nala menginjakkan kakinya di dasar kapal selam yang dingin. Memasuki sebuah pintu setelah melewati sekat-sekat berisi lemari-lemari tua transparan yang mengkilap, di dalamnya terdapat jejeran kapsul dari kayu hitam lengkap dengan nomor-nomornya. Koper Nala yang tadinya dibawa pajaga dimasukkan ke dalam kapsul itu. Di depannya tertulis nomor 24 berwarna keemasan.
Mereka berpindah ke ruangan berikutnya, yang di dalamnya tak kalah remang lagi. Ada tangga menuju ke atas. Tempat pengemudi kapal ini bekerja.
"Masuklah," kata perempuan tua berkebaya ungu tua yang baru membuka mulutnya setelah sepanjang jalan terdiam. Dielusnya pundak Nala dengan ramah disertai senyum tipis yang menghangatkan seraya menyodorkan lembaran surat dari daun lontara.
"Ini suratmu. Telat. Papamu mengirimkan pesan dua bulan lalu untuk tak mengirimnya langsung ke rumahmu."
Nala meraih surat itu, memasukkannya ke dalam saku. Mengerti betul apa alasan papanya melakukannya. Pevita.
"Apa anda bisa menjelaskan sedikit soal tempat apa tadi? Archipelagos."
Mina mengangguk. "Tentu saja Nak," katanya lembut. "Jadi, Archipelagos adalah sebuah sekolah sihir. Kau mungkin bertanya-tanya kenapa kau bisa jadi salah satu murid diantara mereka. Jawabannya karena ibumu Gayatri juga seorang penyihir. Dia dulu belajar disana."
Mata Nala terbelalak.
Ibu? Seorang penyihir?
"Kalau kau masih bertanya-tanya, tentang sekolah itu. Tentang bagaimana ibumu, kau akan tahu sendiri nanti. Nikmati perjalanan ini dan masuklah ke ruangan berikutnya.
Nala mengangguk gugup. Entah mengapa ia merasa bahagia, rasa takutnya perlahan memudar.
Ia berjalan melewati pintu terakhir. Cahaya putih terang membuat matanya spontan menutup. Saat terbuka kembali yang dilihatnya adalah meja bundar besar di tengah dengan layar yang menggambarkan peta Indonesia serta orang-orang seusianya yang duduk berhadapan melingkar di kursi empuk berwarna hijau tua.
"Selamat datang murid ke dua puluh empat, Roro Nala Gayatri."
Suara tepuk tangan dan sorak-sorakan terdengar, gemuruh memenuhi ruangan itu saat Nala masih diam mematung. Pajaga membawanya ke kursi yang bertuliskan namanya.
Nala tersenyum sebelum murid lainnya terduduk kembali. Ia juga ikut duduk dengan wajah keheranannya. Memandang tiap sudut ruangan berdinding tembaga dengan tujuh gambar logo yang mengelilingi. Dengan layar besar diantaranya serta lampu menjuntai di tengah-tengah mereka yang menyinari peta Indonesia yang menggelantung. Bagaimana ia tidak bingung, naik kereta kuda, ke pantai selatan dan sekarang menaiki kapal selam. Semuanya terasa seperti mimpi musim hujan pagi hari baginya.
"Perkenalkan, aku Nala," kata Nala kepada perempuan di sebelahnya. Sudah menjadi bagian dari hidup Nala untuk ramah kepada setiap orang, walaupun jarang keluar rumah dan bertemu orang lain selain guru privatnya. Thomson mengajarkan anaknya bagaimana menjadi anak yang baik dan ramah. Maka tersenyumlah Nala kepada perempuan yang duduk di sebelahnya. Perempuan yang rambutnya dikepang dengan bunga kamboja putih yang terselip di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
AdventureTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...