4. Berpisah?

13.3K 684 2
                                    

Aku benci perpisahan karena saat itu terjadi maka aku harus bisa mengikhlaskan, sedang aku lemah dalam hal itu.

🌱

Saat sampai rumah, Anggika langsung menuju kamar mandi. Dia membiarkan Kavian menghadapi ayah dan ibunya sendirian. Anggika belum siap berada di situasi ini, ditambah dia merasa harus memenuhi panggilan alamnya.

"Jangan kayak gini, Anggika. Lo enggak biasanya kayak gini. Lo harus stay calm, Ka. Harus!"

Sebisa mungkin Anggika meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak segugup ini dalam menghadapi semuanya. Anggika baru pertama kali harus menghadapi seseorang yang berani datang ke orangtuanya. Belum lagi status mantan pacar membuat Anggika semakin gugup dan tak tahu harus bagaimana.

"Kavian, kenapa lo datang lagi sih?"

Anggika merasa kepalanya berdenyut. Anggika tak boleh stress karena bisa saja tubuhnya melemah dan akhirnya dia tak bisa pulang ke Jakarta.

Anggika menghela napasnya berusaha untuk meminimalisir apa yang ia rasakan. Setelah dirasa semuanya sedikit membaik, Anggika lantas keluar dari kamar mandi. Dia berjalan menuju kamarnya yang berada tepat di depan ruang tamu. Namun, baru sampai dapur ada ibunya yang menegur.

"Teh," tegur Maryam.

"Iya, Bu? Ada apa?" jawab Anggika.

"Kavian udah pulang. Dia tadi buru-buru. Katanya maaf enggak nungguin Teteh," ujar Maryam menyampaikan pesan dari Kavian.

Anggika merasa lega saat mendengar itu. Bahkan ia ingin berterima kasih pada Kavian karena lebih memilih pulang tanpa menunggu dirinya. Itu lebih baik bukan?

"Oh iya, Bu. Enggak papa kok. Teteh ke kamar, ya. Pengin istirahat," balas Anggika yang langsung diangguki oleh ibunya.

Anggika lantas masuk ke kamarnya lalu menutup pintu kamarnya. Saat itu juga tubuhnya jatuh ke lantai. Dia merasa apa yang dia alami hari ini cukup melelahkan.

Ting!

Tiba-tiba suara notifikasi terdengar dari ponselnya. Anggika lantas merogoh ponselnya dari saku roknya. Kemudian menyalakan ponselnya agar tahu siapa yang mengirimkannya pesan.

08130044xxxx: Assalamualaikum, An. Ini nomorku, Kavian.

Anggika membelalakkan matanya. "Jadi, nomor ini nomor dia?" tanyanya masih tak percaya.

08130044xxxx: Jasnya kamu simpan saja dulu, An. Aku harap jangan dicuci, ya.

Spontan Anggika menatap tubuhnya yang ternyata benar masih terbalut oleh jas milik Kavian. Bisa-bisanya dia melupakan hal ini. Ini sangat memalukan.

08130044xxxx: Hati-hati untuk perjalanan kamu besok, An. Maaf tidak bisa mengantarkan kamu. Selamat malam dan selamat istirahat, Anggika.

Jadi, Kavian sudah tahu jika dirinya akan kembali ke Jakarta besok? Ah, pasti ayahnya yang memberitahu pria itu.

***

Keesokan harinya, Kavian kembali bekerja seperti biasa. Dia mungkin masih cemas tentang jawaban Anggika yang belum ia terima. Namun, dirinya harus tetap memenuhi kewajibannya sebagai seorang karyawan.

"Pak Kavi."

Kavian menoleh ke sumber suara. "Lho, kamu ternyata," ujarnya saat tahu Nadif, adiknya Anggika yang memanggilnya.

"Iya, Pak. Ini ada titipan dari teh Gika. Katanya disuruh kasih ke Bapak," balas Nadif sembari menyodorkan paper bag ke arah atasnya itu.

Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang