22. Pagi Sebagai Pasutri?

10K 408 0
                                    

Tak ada yang lebih indah dari memulai hari bersamanya.

🌱

Kavian tersenyum manis saat melihat Anggika tengah sibuk di dapur. Pemandangan indah yang baru kali ini ia rasakan. Pulang salat jamaah subuh di masjid langsung disuguhi sang istri memasak di dapur membuat hatinya bahagia. Sangat bahagia.

"Aku pulang," ujar Kavian agar Anggika sadar dengan kepulangannya.

Anggika menoleh ke arahnya. "Maaf aku enggak buka pintu buat kamu. Pasti tadi kamu salam, ya? Aku enggak denger."

"Enggak papa. Lagian aku bisa buka pintu sendiri, Sayang. Aku juga paham kamu lagi masak sarapan," jawab Kavian memaklumi.

"Makasih," ujar Anggika seraya tersenyum. "Oh iya, makan dulu buah yang udah aku potong. Makan buah sebelum makan itu baik. Aku lanjut masak, ya."

Kavian mengangguk sebelum akhirnya istrinya itu kembali sibuk dengan pekerjaannya lagi. Kavian lantas duduk di salah satu kursi meja makannya. Ada semangkuk buah yang sudah dipotong. "Padahal lebih enak makan buah sesudah makan," ujar Kavian.

"Tapi kalau mau gitu harus nunggu tiga jam setelah makan," balas Anggika yang mendengar ujaran suaminya itu.

"Oke, oke. Aku lupa istriku kan perawat pasti lebih tahu soal ini daripada aku yang lulusan manajemen," ucap Kavian.

"Apa sih kok bawa-bawa jurusan. Udah makan aja buahnya," omel Anggika.

Kavian terkekeh sebelum akhirnya menyuapkan sepotong apel ke mulutnya. "Oh iya, tadi aku diajak ngobrol sama bapak-bapak di sana. Katanya selamat terus pada minta ajak istri aku jalan-jalan ke warga sekitar biar pada kenal."

"Oh ya?"

"Iya, Sayang. Nanti juga ada acara tujuh bulanan katanya kamu harus datang biar nanti ketularan hamil."

"Baru juga sehari nikah."

"Ya enggak papa. Namanya usaha. Aku mau punya anak."

"Aku juga mau. Siapa juga yang enggak mau punya anak coba."

Percaya atau tidak, Anggika dan Kavian sudah membicarakan perihal anak. Keduanya sepakat ingin punya tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Semoga saja harapan keduanya terkabulkan.

Anggika terkejut saat sepasang lengan tiba-tiba melingkar di perutnya. Tentu saja pelakunya Kavian. Suaminya itu.

"Ya Allah, kaget," ucap Anggika.

"Maaf, tapi aku mau kayak gini dulu. Dari tadi ngobrol sama kamu, tapi rasanya jauh."

"Tapi aku lagi masak."

"Lima menit. Janji lima menit."

"Itu lama."

"Oke, empat menit."

"Sama aja. Satu menit aja. Nanti gosong."

"Tap—"

"Satu menit atau enggak sama sekali?" potong Anggika membuat Kavian menghela napas.

"Okelah."

***

Dear teteh, teteh tahu teteh itu kesayangan kita. Kita sedih waktu teteh harus ninggalin rumah ini dan ikut sama a Kavi, tapi kita juga bahagia akhirnya teteh bisa ketemu jodoh sebaik a Kavi. Teteh jadi istri yang baik, ya. Ayah, ibu sama Nadif tahu kalau teteh bisa jadi istri yang baik buat a Kavi. Kita juga tahu teteh wanita mandiri penuh mimpi, tapi ingat sekarang udah ada suami yang perlu teteh patuhi, layani, dan sayangi.

Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang