Epilog

7.6K 251 6
                                    

"Bunaku seorang dosen. Buna selalu pergi mengajar sejak pagi, tapi Buna tidak lupa membuat sarapan untukku, yayah, Aa dan Adek. Yayahku seorang pekerja kantoran yang selalu memakai kemeja dan jas juga dasi, yayah pulangnya selalu sore atau terkadang malam hari, tapi yayah selalu mengajakku, Aa, dan Adek untuk bermain di halaman belakang. Aku sayang buna dan yayah."

"Hore!!!"

Tepukan riuh dari ketiga anak berbeda usia itu menggema di kamar serba pink. Mereka adalah kakak beradik yang memiliki orangtua yang sama-sama berkerja. Namun, mereka selalu merasa tidak pernah kekurangan kasih sayang. Mereka pun bangga memiliki orangtua seperti orangtuanya.

"Aa setuju sama yang Teteh tulis?" tanya si anak kedua, Syafa Almahyra Gutama. Anak perempuan satu-satunya yang ada di keluarga ini.

Seseorang yang satu tahun lebih tua dari Syafa lantas mengangguk atas pertanyaan itu. Seseorang itu adalah Shaka Amjad Gutama, si sulung yang selalu menjaga kedua adiknya.

"Adek juga setuju." Kemudian, inilah dia si bungsu Saskara Akbar Gutama.

"Nanti kalau Teteh udah gede, Teteh mau kayak buna," ujar Syafa dengan bangganya.

"Adek juga mau kayak yayah."

"Kalau Aa?"

"Aa mau jadi kayak keduanya biar bisa selalu jagain kalian berdua."

Syafa tersenyum mendengar itu sebelum akhirnya memeluk kakaknya itu. Saskara bocah lima tahun itu pun akhirnya ikut memeluk kedua kakaknya. Kehidupan mereka memang tidak selalu dikelilingi oleh kedua orangtuanya terlebih di hari weekday namun mereka selalu bersyukur atas segalanya. Tentu saja kedua orangtuanya yang mengajarkan hal itu.

Di balik pintu, ada sosok buna dan yayah hebat yang sedari tadi mereka katakan. Mereka tersenyum bangga melihat perkembangan anaknya. Tak kerasa, usia pernikahan keduanya sudah menginjak sebelas tahun padahal mereka masih ingat bagaimana pertemuan kali pertama keduanya setelah sebelas tahun dipisahkan waktu itu.

"Apa aku berhenti bekerja aja biar selalu nemenin mereka?" tanya sang istri alias buna yang tak lain adalah Anggika.

"Semuanya aku serahin sama kamu. Aku tahu kamu nyaman sama pekerjaan kamu yang sekarang. Lagian anak-anak paham, Sayang. Jangan mengambil keputusan terlalu cepat, oke?" balas Kavian, suami Anggika dan yayah dari ketiga anaknya.

Anggika ingat sekali perjuangannya untuk menyelesaikan S2 impiannya. Waktu itu dia membangun usaha kecil-kecilan untuk mengumpulkan modal padahal kala itu dia sudah punya Shaka dan Syafa yang hanya terpaut satu tahun saja. Namun, Anggika pantang menyerah sampai akhirnya bisa mengejar S2 impiannya di saat Syafa umur tiga tahun. Tak hanya itu, tahun kedua dirinya kuliah, Anggika mengandung Saskara. Sungguh perjuangan yang luar biasa sampai bisa berada di titik sekarang ini. Menjadi seorang dosen sesuai impiannya.

***

"Buna tahu makanan Buna itu makanan paling enak seduniaaaa," puji Syafa dengan bangganya.

"Kemarin Teteh bilang batagor di sekolah paling enak sedunia. Berarti Teteh bohong," sangkal Saskara.

"Bukan gitu Buna. Sumpah. Makanan Buna tetap juara satu sedunia," ujar Syafa panik.

Anggika tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Iya, Buna paham, Sayang. Enggak papa kok. Sekarang makan, ya. Ingat kalau makan enggak boleh apa?"

"Enggak boleh sambil bicara dan jangan lupa berdoa," jawab Syafa, Saskara dan Shaka dengan kompaknya.

"Anak Yayah pintar-pintar," puji Kavian.

Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang