"Terkadang orang yang nampak acuh padamu adalah dia yang paling tahu apa isi hatimu."
🌱
Anggika dan Kavian sampai di kediaman orangtuanya Anggika tepat pukul setengah sembilan malam. Mereka terjebak kemacetan yang tentunya sangat menyita waktu. Kemacetan memang teman setia dalam perjalanan.
"Nadif mana?"
"Kamu tuh baru sampai, coba duduk dulu."
"Emang Nadif enggak ada di rumah, ya? Kok dia enggak nyambut aku sih?"
"Nadif tidur, Teh. Seharian ini dia bolak-balik ngurus berkas. Makanya kecapekan," jelas Ali, ayah Anggika.
Anggika mendesah kecewa. "Padahal niatnya mau ketemu Nadif."
"Lho, enggak ketemu Ayah nih?"
"Ayah juga sih, tapi kan Nadif tujuan utamanya," jawab Anggika.
Ali geleng-geleng kepala. "A, si Teteh jadi manja gini, ya. Kok bisa sih?"
Kavian hanya tersenyum menanggapinya. Takut jika dia salah jawab.
"Ayah," rengek Anggika.
"Kenapa? Coba duduk dulu. Enggak capek apa? Duduk dulu, minum terus istirahat. Apa mau makan dulu?" ujar Ali.
"Kita udah makan, Yah. Tadi mampir makan dulu sekalian salat," jawab Kavian.
"Oh iya, sok ajak si Teteh duduk. Sekarang Teteh bandel kalau sama Ayah," ujar Ali pada Kavian.
Anggika mendengar itu pun lantas mendudukan diri sebelum diperintahkan Kavian. Sontak hal itu mengundang tawa Ali. Putrinya ini memang ada-ada saja. Padahal dulu, Anggika tidak seperti ini. Mungkin efek kehamilan.
"Kebetulan nih Ibu bikin piscok kesukaan Teteh. Dimakan, ya," ujar Maryam yang tiba-tiba muncul dari arah dapur.
"Piscok," ujar Anggika dengan mata berbinar sembari menatap sepiring piscok hangat buatan ibunya.
"Iya, Teh. Ini piscok. Dimakan, ya. Pasti tadi capek banget di jalan. Kebetulan ua baru aja panen makanya Ibu buatin aja sekalian buat Teteh. Dimakan, ya. Aa juga makan, Ayah juga."
"Iya, Bu," jawab semuanya kompak.
Malam itu pun berlanjut dengan obrolan ringan keempatnya sembari ditemani piscok hangat buatan Maryam. Mereka nampak bahagia saling menyalurkan rindu yang tanpa mereka sadari.
***
"Kavi, boleh tolong bawain ikat rambut aku enggak? Kok agak gerah, ya," pinta Anggika yang sudah duduk nyaman di atas kasur.
Kavian yang baru masuk kamar pun lantas mencari ikat rambut istrinya. Kavian menyadari jika Anggika kegerahan. Nampak bulir-bulir keringat di sekitar leher istrinya itu.
"Perasaan kamu baru bersih-bersih deh," ujar Kavian sembari melangkah menuju kasur sembari membawa ikat rambut yang Anggika inginkan.
"Makanya, biasanya enggak gini. Apalagi di kamar ini. Kok bisa sih," balas Anggika heran.
"Ya udah enggak papa. Sini aku ikatin, ya," ucap Kavian.
"Boleh."
Setelah itu, Kavian lantas merapihkan rambut Anggika sebelum akhirnya mengikatnya. Kavian cukup pandai melakukannya karena memang ini menjadi salah satu bagian yang ia suka jika perihal Anggika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
Fiksi UmumSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...