Yakinlah retaknya rumah tangga itu berawal dari pertengkaran kecil yang tak segera diselesaikan.🌱
Seperti keinginan Anggika, Kavian dan Anggika berkunjung ke kediaman orang tua Anggika. Anggika yang baru sampai pun mengeluh mengantuk, dan itu sebabnya Kavian sendiri di halaman belakang kediaman mertuanya itu. Lingkungan kediaman orang tua Anggika mungkin tak sebesar lingkungan rumahnya karena di sini hanya berisikan keluarga saja.
"Lagi apa, A?"
Kavian menoleh ke ayah mertuanya. "Enggak lagi apa-apa, Yah. Lagi cari udara segar aja."
"Enggak lagi berantem sama si teteh? Kok sendiri?" Ali kembali bertanya.
"Enggak, Yah," bantah Kavian. "Anggika lagi tidur. Katanya capek."
"Kemarin katanya dia bantu masak-masak. Itu benar?"
"Iya, Ayah. Di sana emang kayak gitu. Kalau ada acara pasti saling membantu. Maaf ya, Yah, Anggikanya jadi harus ikutan bantu."
"Lho, kenapa minta maaf? Justru bagus. Itu jadi ajang silahturahmi Anggika sama tetangga. Lagipula Anggika sekarang kan tanggung jawab Aa. Ayah udah menyerahkan segalanya sama Aa."
"Tapi Ayah masih berhak buat larang Anggika. Kalau misalnya Ayah kurang suka."
Ali tersenyum sembari menggeleng. "Selagi dia berada di bimbingan kamu, Ayah percaya dia akan selalu melakukan yang baik-baik."
"Makasih, Ayah."
"Sama-sama," balas Ali. "Oh iya, kalian enggak ada niatan buat jalan gitu?"
"Nanti kita mau ke Lombok, Yah. Ke Gunung Rinjani."
"Pasti maunya si teteh nih. Dari dulu suka banget minta izin naik gunung, tapi enggak Ayah izinin. Gimana bisa ngizinin si teteh izinnya aja waktu musim hujan. Enggak kebayang segimana licinnya itu jalan pendakian."
"Anggika juga cerita soal itu. Katanya Ayahnya terlalu protektif sampai enggak diizinin."
"Begitulah si teteh, tapi bagaimanapun juga Ayah sayang sama si teteh. Sama Nadif juga. Sama kamu juga. Sekarang kamu anak Ayah juga. Jangan sungkan, ya. Aa juga jangan sungkan sama si teteh. Kalau ada apa-apa boleh didiskusikan baik-baik."
Apa ini saatnya buat ngomong ke Anggika soal berhenti kerja?
***
"Udah bangun?" tanya Kavian sembari masuk ke kamar dan juga tidak lupa menutup pintu kamarnya.
Anggika yang masih tiduran pun hanya bisa mengangguk. Dia masih mengumpulkan nyawanya.
Kavian lantas duduk di samping Anggika yang masih dalam posisi tidur. "Cuci muka dulu sana biar seger."
"Nanti aja. Masih males." Anggika masih nyaman tidur di kamarnya. Kamar yang pernah ia tinggalkan selama delapan tahun untuk kuliah dan kerja. Lalu, baru ditinggal dua hari yang lalu untuk bisa hidup bersama Kavian.
"Oke."
Anggika menatap suaminya heran. Raut wajah Kavian menunjukkan ada sesuatu yang ingin pria itu sampaikan. "Kalau menurut kamu kita itu dua raga satu jiwa maka aku juga bisa dong tahu apa yang kamu rasakan seperti kamu tahu apa yang aku rasakan," ujar Anggika membuat Kavian menatap istrinya.
"Ada yang kamu pikirin, kan? Coba cerita? Apa, hmm?" lanjut Anggika sembari memegang tangan Kavian.
"Kamu benar, tapi aku takut bikin kamu kecewa setelah tahu apa yang aku pikirkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
General FictionSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...