16. Lamaran Resmi?

6.8K 411 1
                                    

Pada akhirnya, hari bahagia yang dinantikan pun tiba. Bukan hanya kita yang bahagia, semua orang pun ikut bahagia. Terima kasih karena telah memilih untuk bertahan bersamaku.

🌱

Hari Sabtu pun tiba, Kavian dan keluarga datang ke kediamannya Anggika. Semuanya nampak berjalan seperti tak ada masalah. Meskipun Anggika belum berkomunikasi dengan Kavian sejak pertengkaran itu namun Anggika cukup sadar jika Kavian memilih untuk bertahan bersamanya.

"Akhirnya Teh Anggikanya ada," ujar Irna dengan senyum bahagianya. Ibu dari Kavian itu begitu mengharapkan pertemuannya langsung dengan Anggika.

"Iya, Bu, Alhamdulillah. Anggika sekarang memilih menetap di Bandung," jawab Maryam, ibu Anggika.

"Itu bagus, Nak. Lalu, bagaimana kabar kamu?"

"Anggika baik, Tan. Tante sama Om apa kabar?" jawab Anggika yang sempat ragu karena melibatkan ayahnya Kavian. Namun, sebentar lagi ayahnya Kavian adalah ayahnya juga. Anggika harus bisa berdamai dengan masa lalunya.

"Kita baik, Nak. Baik sekali. Apalagi adiknya A Kavi. Dari kemarin paling semangat mau ketemu sama Teh Gika katanya," jawab Irna.

"Halo Iki," sapa Anggika dengan senyuman ramahnya.

"Halo, Teh," balas Iki tak kalah ramah dan kentara sekali jika anak itu begitu bahagia.

Obrolan-obrolan seputar sehari-hari pun berlanjut. Anggika dan Kavian tak berkomunikasi langsung. Sedari tadi yang banyak bicara adalah kedua orangtua mereka.

"Ini simbolis dari Kavian untuk Anggika." Sampai akhirnya Irna pun mengeluarkan cincin lamaran yang Anggika dan Kavian beli saat itu.

"Coba Teh Gika dipake," pinta Irna.

Maryam dengan sigap memasangkan cincin itu ke jari manis tangan kiri sang putri. Cincinnya sangat pas di jari Anggika, dan terlihat cantik. Saat membelinya kala itu, Anggika memang sengaja tak mencobanya.

"Ternyata ukurannya pas. Modelnya juga cocok di jarinya Teh Gika," ucap Ali sembari tersenyum bahagia. Ada rasa haru karena putri kecilnya akan segera menikah.

"Cantik, kan, A?" Kavian terlonjak kaget saat tiba-tiba mamanya bertanya hal itu.

Anggika melirik Kavian, pria itu nampak panik. Seulas senyum pun tergambar di wajah Anggika. Kavian terlihat lucu jika sedang seperti itu.

"Ca-cantik, Ma," jawab Kavian gugup.

Irna, Maryam, dan Ali sontak tertawa dengan kegugupan Kavian. Nadif, Iki, dan Bakri hanya diam saja. Sedangkan Anggika lagi-lagi hanya mengulas senyuman tipisnya.

"Kamu ini masih saja gugup. Teh Gika itu calon istri kamu. Nanti kalau sudah jadi istri jangan lupa selalu dipuji biar hatinya bahagia selalu," ujar Irna yang hanya dijawab anggukan oleh Kavian.

"Masalah lamaran sudah selesai. Anggika sudah menerimanya. Apa sudah ada rencana selanjutnya? Mungkin soal prewedding atau hal semacamnya?" Akhirnya, Bakri angkat bicara.

"Anggika rasa prewedding atau tunangan itu tak perlu. Di keluarga Anggika tidak ada yang seperti itu. Anggika mau langsung ke tahap pernikahan saja. Perihal foto-foto bisa nanti setelah menikah," jawab Anggika. Maryam dan Ali bangga karena Anggika mau menyampaikan apa yang dia inginkan.

"Om suka pola pikir kamu," puji Bakri membuat Anggika bahagia. Kali pertama Bakri memujinya. "Lalu apa kalian sudah bicara soal tanggal pernikahan?"

"Belum," jawab Kavian dan Anggika kompak.

"Kalau begitu, rencana kalian mau tanggal berapa?"

"Tiga September." 

Sontak jawaban Anggika membuat Kavian bingung. Bukankah Anggika ingin tanggal pernikahannya sama dengan tanggal mereka jadian dulu. Namun, mengapa jadi seperti ini?

Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang